Kamis, 30 Juni 2022

Kurir--Cerpen Slide of Life- H-21

Aku mengerjapkan mata, ketika menyadari ada yang menggoyang tubuhku semula berlahan, tetapi makin lama semakin keras. Malam tadi mataku tak mau terpejam, barulah mendekati dini hari terlelap  tanpa sadar, kelopak mata masih berat, sendu, kantuk masih menghinggapi. Hal pertama kulihat  adalah bola lampu kecil dengan cahayanya redup  di langit-langit.  Ruangan  sempit serta  pengap dengan cat  berwarna gelap yang mulai mengelupas. Di sudut ruangan banyak  sawang. Mengumpulkan kesadaranku, barulah kembali aku tersentak ketika menyadari di mana aku berada. Seorang pria berkopiah duduk di sampingku sembari melemparkan senyuman. Dialah yang membangunkanku  tadi. Malam ini perdana aku berada di sini. Bagaikan mimpi buruk saat  menyadari kenyataan. 

 

“Bangunlah, hari sudah tinggi, makan lagi,” ujar pria paruh baya tersebut.


”Sudah hal biasa di sini sarapan dan makan siang itu tiada bedanya.  Karena makanan diberikan mendekati  matahari naik, kita  harus menerimanya, suka atau tidak dengan menunya. Harus di makan,” sambungnya lagi, karena melihat dahiku mengeryit dan aku hanya berusaha untuk tersenyum getir. 


Hari ini piring yang terbuat dari plastik itu berisi  tempe goreng sepotong, tumis kangkung dengan kuahnya berwarna gelap, sedikit sambal yang banyak minyaknya. Bukannya pedas yang terasa hanya membuat nasi mengkilat berwarna merah. Akibat dilanda kelaparan yang kurasakan karena memang dari semalam perut belum terisi. Akhirnya makanan itu kandas beralih ke tubuhku.


Sesaat aku termangu, kembali bayangan kejadian  semalam terbayang.  Bagaimana aku  tertarik ikut kerja dengan Bang Paijo.


“Gue ada kerjaan bagus, kerjanya cuma jadi kurir tapi digaji mahal, elo  susah payah jadi buruh  siang malam tapi kagak juga bisa ngumpulin duit banyak. Ingat anak binik lo di kampung, mereka pasti bahagia kalo elo ngirim uang lebih banyak,” bujuk Bang Paijo kala itu.


Disaat  Bang Paijo menawarkan hal tersebut, bertepatan pula baru saja  Minah--istriku menelpon minta dikirimkan uang untuk kebutuhan hidup. Sebenarnya ada rasa ketakutan yang amat besar mengelayut di hatiku. Keadaan seakan memaksa mendesak, puncaknya  aku memutuskan terjerumus, ikut menjadi  pengantar barang haram itu. Nahas nasibku, perdana bekerja, aku anak baru bergabung, masih kaku dan belum terbiasa. Tiba-tiba sekawanan polisi menyergap disaat barang masih ditanganku. Baru aku sadar aku hanya tumbal untuk memutuskan sistem putus ekor jaringan mereka. Aku sendiri tak tahu menahu siapa dan bagaimana mereka. Karena perantaraku hanya ponsel, mengambil barang di semak lalu mengikuti intruksi  mengantar ke alamat yang diberi. Menyesal itu pasti, tapi  aku sadar tiada gunanya. Kesalahan itu terjadi karena aku terlalu lemah tergiur dengan uang yang dijanjikan. Akhirnya  tertangkap  setelah perangkap itu menjeratku.

   

Bagaimana nasib Minah serta kedua anakku yang masih kecil. Mereka pasti menunggu kiriman serta kabar dariku. Sekilas wajah sendu mereka seakan menari-nari di benakku. Bagaimana reaksi mereka, keluarga,  kerabat serta warga kampung jika mengetahui aku berada di tahanan terjerat sebagai pengedar narkoba.


Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, inginku  tetap berada di sisi mereka saja. Hidup sederhana dengan suasana desa yang tenang . Namun, aku mencoba peruntungan berharap mengubah ekonomi keluarga. Mengumpulkan  tekad semangat yang bulat menetapkan hati  melangkahkan kaki menjadi urban.  Menaburkan harapan cerah pada kota, nyatanya kehidupan begitu keras jika kita yang tak menakhlukannya, maka kita lah yang akan takhluk.  Pundi-pundi uang yang coba  aku kumpulkan selama ini pun tak cukup membantu.  


”Jika harapan itu kau rasa tiada lagi, maka pada Tuhanlah tempatmu mengadu,  Nak.” Suara bariton lelaki berkopiah, terdengar lagi olehku. Beliau melepaskan kacamata dan menutup buku tebal yang sedang dibacanya.  Matanya memandang manik mataku mendominasi.


Indra penglihatanku nanar menatapnya, karena telah berkabut terhalang cairan bening yang mengumpul,siap menetes dengan hanya satu kedipan mata. Hatiku perih dengan diikuti kepala yang berdenyut. Bibirku kelu untuk berucap, seakan kerongkonanku kering. Untuk menyahut ucapannya hanya menelan salivaku yang mampu kulakukan. Suara azan samar terdengar, panggilan  salat Zuhur berkumandang.


“Tuangkan tangisanmu melalui doa yang kau tumpahkan pada Tuhan,” Lelaki itu berlalu dan menepuk punggungku menuju toilet untuk berwudu.


Aku telah lama, bahkan lupa kapan terakhir bersujud. Aku lalai mengingat Yang Maha Kuasa. Tak tahan lagi, akhirnya pipiku basah dihujani butiran bening penyesalan.

~

Pemasaran Buku

 


Pertemuan         : 19

Hari/ Tanggal     : Rabu, 29 Juni 2022

Narasumber        : Agus Subardana

Moderator           : Sigid Purwo Nugroho


Lagi-lagi diriku tidak bisa fokus mengikuti kelas, dikarenakan sedang dalam perjalanan. Nah, keesokan harinya lah aku bergegas menulis resume ini. Tak ingin menunggu lama, dengan semangat membara. Resume harus tercapai target, eaaa. Mantapkan?


Moderator Pak Sigid membuka kelas seperti biasanya memberitahukan mengenai tata urutan  pelaksanaan kelas. Next, biodata narasumber.


Pak Agust Subardana , S.E., M.M adalah seorang pegiat literasi yang menjabat sebagai Direktur Marketing Penerbit Andi Offset di Penerbit Andi telah bekerja selama 18 tahun. Wah, lama sekali udahan ya.  Lulusan manajemen pemasaran ini  bahkan pernah menjadi dosen selama 4 tahun di STIE Mandala Jakarta. Bisa dihubungi dengan nomor kontak personya 08112936680.


Sangat banyak kategori yang diterbitkan oleh penerbit Andi Offset. 30-60 judul buku bisa diterbitkan dalam jangka waktu satu bulannya.


Beliau juga bercerita bagaimana masa pandemi dulu berdampak pada dunia penerbitan. Sempat terguncang, penurunan omset hingga 60 persen. Tim marketer penerbit Andi yang bahkan door to door ke sekolah-sekolah bahkan macet total.  Pasca itu terlewati dan saat ini berusaha bangkit kembali.


Strategi pemasaran penjualan buku sangat dipengaruhi oleh banyak aspek dan unik . Kenapa demikian , hal ini dapat dilihat dari jenis – jenis buku yang di terbitkan. Jenis – jenis buku yang di terbitkan tersebut dikelompokkan menjadi kategori buku. Salah satu contoh Penerbit ANDI Offset menerbitkan buku cukup banyak kategori produk yaitu ada 32 kategori produk buku ( Katagori buku Anak, buku Bisnis, Buku Pertanian, Buku Fiksi - Novel, Buku Pengembangan Diri, Buku Teks , dll ).


Dari jenis – jenis katagori buku tersebut disinilah kita akan melakukan pemetaan berdasarkan segmentasi jenis katagori buku yang diterbitkan . Pada umumnya kegiatan pemasaran buku berkaitan dengan berkoordinasi beberapa kegiatan bisnis .  Sehingga strategi pemasaran pada umumnya di pengaruhi oleh faktor yang meliputi :


1. Faktor Mikro yaitu perantara, pemasok, pesaing dan masyarakat.


2. Faktor Makro yaitu demografi-ekonomi, politik-hukum, teknologi-fisik dan sosial-budaya.

Strategi bisa juga dengan secara on-line dan off-line

Lebih rinci yaitu : 

A. Strategi secara ON-LINE 

1. Pentingnya Transformasi Digital 

Dampak dari pandemi COVID-19 telah mengubah dunia menuju era Low Touch Economy. Era ini ditandai dengan interaksi antar individu yang minim sentuhan fisik atau low-touch, keharusan mengecek kesehatan dan keselamatan, perilaku yang baru hingga pergeseran di sektor-sektor industri., terutama sektor Industri Perbukuan. Perubahan ini tentu akan berdampak ke banyak hal, mulai dari tempat bekerja, Cara belajar – mengajar ,  kehidupan keluarga hingga aktivitas sosial. Strateginya yang utama yang kita pakai adalah Digital Marketing dalam melakukan transformasi mendasar pada bisnis penerbitan buku . Digital mareketing memiliki kelebihan yaitu, murah meriah, jangkauan luas, mudah menentukan target pasar, buku bisa sesuai kategori, mudah berkomunikasi dengan konsumen, lebih cepat ke sasaran, populer, evaluasi mudah dan dikembangkan, sangat membantu menaikkan omzet.


Untuk penjualan buku lewat Online ini kita harus terus proaktive untuk terus promosi , supaya kita dapat :

- Menyebarkan informasi produk secara masif kepada target pasar potensial 

- Mendapatkan konsumen baru dan mempertahankan konsumen yang sudah ada sehingga kesetiaan konsumen terjaga.

- Menjaga kesetabilan penjualan saat kondisi pasar lagi lesu

- Menaikan penjualan dan profit 

- Membandingkan dan keunggulan produk dibandingkan dengan pesaing 

- Membentuk citra produk dibenak mata konsumen sesuai dengan yang diinginkan 

- Mengubah tingkah laku ( yang kurang minat beli , menjadikan tertarik beli ) , persepsi dan pendapat konsumen.

Bahkan bekerja sama dengan market place dan membentuk tim reseller.


2. Pemasaran Buku Lewat Komunitas

Kita tentunya punya komunitas masing – masing sesuai dengan kapasitas kita untuk membentuk komunitas dan relasi , maka gunakanlah jaringan komunitas kita untuk sarana promosi dan penjualan buku . Penjualan lewat komunitas  akan lebih efektive dan efisien sehingga tingkat keberhasilan nya lebih tinggi penjualan buku yang kita tawarkan. Kuncinya kita harus proaktive komunikasi dan interaksi dengan komunitas serta dapat menjaga integritas pribadi kita.Lebih persuasif lewat chat, telpon langsung, bahkan nge-zoom, webinar, live di Yt dengan menawarkan tema yan menarik, dan harus konsisten.


B. Strategi pemasaran OF LINE 

Untuk menguasai seluruh wilayah nusantara ini dalam penetrasi pasar buku , kita harus melakukan pemetaan wilayah dengan membuka cabang tiap kota besar yang potensi pasarnya sangat baik. Kami Penerbit Andi telah mempunyai 90 cabang di kota dari Aceh s.d Papua, dengan menempatkan tenaga pemasaran di tiap kantor cabang tersebut.


Strategi pemasaran buku of-line ini kita kelompokkan berdasarkan target pasar yang kita tuju , antara lain :

1. Toko Buku 

Penerbit Buku yang mampu memproduksi sendiri dan mempunyai mesin percetakan sendiri , sebagian besar sebagai pemasok Toko buku di Indonesia. Untuk bisa masuk dan sebagai pemasok rutin di toko buku maka  kita perlu pemetaan jenis toko buku. Toko buku ini kita petakan menjadi tiga jenis yaitu Toko Buku Modern, Toko Buku Semi Modern, dan Toko Buku Tradisional.


Strategi Promosi di toko buku Modern ada berbagai macam cara yang perlu kita lakukan , antara lain :

- Menguasai display buku , supaya tampilan buku dapat terlihat dan menonjol .

- Mengadakan promosi di internal toko dengan memasang produk di Neon Box, X Banner

- Mengadakan Bedah Buku , Talkshow dan potongan Harga pada buku tertentu atau periode tertentu.

- Mengadakan event tematik sesuai moment bulan berjalan (program Ramadhan,  Program TAB, Program TAM , dll )

- Dan masih banyak lagi program promosi di toko buku modern yang dapat kita lakukan , kuncinya kita proaktive komunikasi dengan pihak internal Toko Buku modern tersebut yaitu melalui Kepala Toko nya dan Supervisor .

Pemetaan jenis toko buku harus dipetakan karena memiliki karakteristik yang berbeda.


Untuk itu saluran toko buku tersebut di atas masih dijadikan jalur distribusi oleh para Penerbit buku dengan sistem titip jual / konsinyasi, kecuali toko buku tradisional diberlakukan kredit dan jual putus.


Strategi Promosi di toko buku Modern ada berbagai macam cara yang perlu kita lakukan , antara lain :

- Menguasai display buku , supaya tampilan buku dapat terlihat dan menonjol .

- Mengadakan promosi di internal toko dengan memasang produk di Neon Box, X Banner

- Mengadakan Bedah Buku , Talkshow dan potongan Harga pada buku tertentu atau periode tertentu.

- Mengadakan event tematik sesuai moment bulan berjalan (program Ramadhan,  Program TAB, Program TAM , dll )

- Dan masih banyak lagi program promosi di toko buku modern yang dapat kita lakukan , kuncinya kita proaktive komunikasi dengan pihak internal Toko Buku modern tersebut yaitu melalui Kepala Toko nya dan Supervisor .

2.  Directselling 

Pemasaran Buku melalui Directselling ini kita petakan berdasarkan jenis katagori buku yang kita terbitkan . Jenis Katagori buku penjualan lewat Directselling ini kita bagi menjadi beberapa target pasar yaitu :

- Buku Pendidikan (Buku mata pelajaran Utama dan buku pendamping untuk jenjang TK, SD, SMP, SMA, SMK).

- Buku Teks Perguruan Tinggi untuk semua mata kuliah

- Buku Referensi untuk jenjang TK, SD, SMP, SMA-SMK , Perguruan Tinggi dan umum

Dengan pemetaan jenis katagori tersebut diatas maka kami sebagai Industri Penerbitan buku melakukan terobosan pemasaran dengan menempatkan tenaga penjual (Sales) di setiap wilayah Kota dan Kabupaten. 

Kami Penerbit ANDI Offset mempunyai 96 Cabang di Indonesia dari Aceh s.d Jayapura. Mantap, banyak kali, ya.


Demikian, materi yang disampaikan mengenai Strategi pemasaran buku secara singkat, dan  padat dan jelas, sebenarnya masih banyak lagi strategi pemasaran buku yang terus berkembang. Akhir kata atau kalimat penutup dari narasumber adalah  sebagai “Tenaga pemasaran buku sangat bangga sebagai ujung tombak dalam menyebarluaskan karya – karya tulisan ilmu pengetahuan yang sangat berdampak sekali melalui jalur non formal ikut serta dalam  menceraskan kehidupan bangsa Indonesia”.


Memasuki sesi tanya jawab dapat saya tulis diantaranya yaitu : 


1. Perhitungan jika menerbitkan buku hanya 25 buku saja, hitungannya bagaimana? Penerbit Andi tidak menerima jika hanya 25 eksp saja.


2. Paling penting pertimbangan dalam pemasaran adalah tentang target pasar jenis buku yang ditulis, potensi pasar. Pemasaran mempengaruhi nilai pelanggan adalah berkombinasi, terutama nanti  mengacu pada kualitas, pelayanan dan harga harus dilihat dari sisi pelanggan. Pemasaran digital lebih disenangi sesuai dengan perkembangan zaman saat ini yang serba dalam jaringan. Cepat dan menjanjikan. Perusahaan sangat praktis dan terintegrasi maka yang dilakukan adalah komunikasi dari segala aspek. Tim berkomunikasi dengan target kunjungan ke berbagai, toko, sekolah bahkan ke perguruan harus ada laporan setiap harinys.


3. Menentuka penerbit apakah harus sesuai dengan genrenya, maka  harus tahu latar belakang penerbitnya, bisa lihat jejaknya di websitenya mungkin. Royalti sesuai dengan kontrak di awal. Royalti berjangka  6- 1 tahun dan berkisar antara 5-10 %.


4. Pemasaran dengan kaitan faktor makro tentu sangat terpengaruh, keamanan, kenyamatan, kesehatan global, contohnya kemarin kan corona melanda, dan itu sangat mempengaruhi pemasaran.


Demikianlah, hasil resume yang dapat saya tuliskan mengenai pemasaran buku. ilmu yang sangat bermanfaat dan menjadi lebih tahu mengenai dunia pemasaran buku, tenyata begitu/


TERIMA KASIH seluas galaksi deh, kami haturkan kepada semua para agency penyalur ilmu dengan IKHLAS memberi. Semoga menjadi amal jariyah, pahala yang terus mengalir, modal untuk kita bawa kelak. 



Teknik Menerbitkan Buku atau Menerbitkan Buku Semakin Mudah

 




Pertemuan         : 18

Hari/ Tgl            : Senin, 27 Juni 2022

Narasumber        : Raimundus Brian Prasetyawan, S.Pd

Moderator           : Mutmainah


Pertemuan ke-18 pada gelombang 25 dan 26 kali ini menghadirkan sosok narasumber yang berwajah tampan dengan moderatornya yang cantik. 


Sebelum melangkah ke materi kita berkenalan dulu dengan sosok narasumber. Bapak Raimundus Brian Prasetyawan, S.Pd lahir  di Jakarta, 30 Juni 1992.  Kebetulannya adalah hari ini saya menulis resume bertepatan dengan tanggal lahir beliau, ya udah sekalian deh ngucapin ultahnya, ya kan? Met ULTAH ya Pak, moga segala keinginan terwujud, sehat dan murah rezekinya.


Beliau kini tinggal di Bekasi dan berprofesi sebagai guru SD di Jakarta. Memulai aktivitas menulis ketika blog pertamanya (www.praszetyawan.com) dibuat pada 2009. Profilnya pernah dimuat dalam buku berjudul "Majors For The Future".


Puluhan tulisannya sudah dimuat di berbagai media cetak. Sebagian besar dimuat di  Tabloid Bola, Harian Bola, Tabloid Soccer. 

Penulis 3 buku solo dan 14 buku antologi, juga aktif di berbagai diberbaga pelatihan kelas menulis sebagai Narasumber. Ketua Komunitas Cakrawala Blogger Guru Nasional. Relawan Pengurus Pelatihan Belajar Menulis PGRI


 Sejak tahun 2020, telah membuat pelatihan kelas dasar blogspot bagi guru-guru se-Indonesia. Sampai saat ini sudah dilaksanakan 5 angkatan, 


Profil Narasumber lebih lengkap bisa diintip di https://www.praszetyawan.com/p/profil.html.


Kalimat mantra yang membuka materi adalah : Semua orang akan mati, terkecuali karyanya. Maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak”- Ali bin Abi Thalib 


Beliau memberikan motivasi dan semangat kepada peserta dan mengingatkan bahwa malam ini kami memasuki pertemuan ke-18. Artinya,  tinggal 2 pertemuan lagi semua peserta  sudah boleh menyusun naskah resume untuk dijadikan buku solo hasil pelatihan. Ditambah 10 pertemuan motivasi sebagai penguatan. 


Seperti yang kita ketahui buku merupakan muara akhir dari sebuah proses penulisan. Hasil tulisan kita tentu saja ingin bermuara menjadi sebuah buku, tetapi masih bingung kemana buku harus diterbitkan? 

Apa saja yang menjadi syarat penerbitan buku?


Prosedurnya bisa di nyatakan sebagai berikut : Kita order---> transfer pembayaran---> tunggu 1 bulanan---> buku terbit dan dikirim ke penulis.


Penerbit Indie memudahkan penulis untuk mewujudkan mimpinya untuk memeluk karya versi cetak. Berbeda dengan penerbit mayor yang ketat dengan selesksi dan kualitas. 



Pak Brian juga mengatakan bahwa beliau memiliki rekanan penerbit indie yaitu Penerbit Depok dan Penerbit Malang. Ia sudah pilihkan penerbit yang enak banget. Kinerjanya sudah tidak diragukan lagi. Hasil cetakannya bagus. Bapak/ibu bisa buktikkan sendiri.  Bapak/ibu tidak perlu mengalami hambatan, karena ada narasumber kali ini yang mengawal dan menjamin buku sampai terbit. memiliki kondisi dan keinginan yang berbeda-beda terhadap buku yang akan diterbitkan. Maka beliau akan  coba mengakomodir dengan menyediakan 2 penerbit tersebut yang bisa kita pilih.



Berdasarkan tabel di atas maka kita mencetak bisa lihat lagi, jika hanya untuk pribadi saja maka cocoknya di penerbit Depok karena jumlah cetak hanya sedikit. Sedangkan jika ingin menjualnya lagi maka disarankan ke penerbit Malang, bisa cetak ulang juga.


Selain itu beliau memberikan banner berikut ini, silakan disimpan, karena sewaktu-waktu jika kebelet ingin mencetak bisa pelajari ini.







ISBN masih bisa mereka urus dan memakan waktu kurang lebih 3-4 bulan. Gampangnya bisa langsung japri ke Pak Brian saja.  Perlu dicatat yaitu sertakan kelengkapan naskah :
1. cover ( judul buku dan nama penulis saja), 
2. Prakata, 
3. daftar isi (tanpa nomor halaman), 
4. profil penulis, 
5. sinopsis.

Adalagi, mencetak buku tidak bisa kita desak semau kita, karena ada antrian dan proses. Kita tunggu saja karena mencetak buku tidak secepat fotocopy dong, beliau mengingatkan.

Lanjut, sesi tanya jawab yang saya ringkas nih ya, 


1. Syarat utama terbit ISBN adalah target untuk dipasarkan secara luas, nah ini lebih cocok memang dipegang kendalinya oleh penerbit Mayor.

2. Penerbit Indie tidak begitu banyak syaratnya, penerbit Mayor difasilitasi dengan sistem seleksi ketat.

3. Sertifikat pelatihan akan didapat jika telah menerbitkan buku Solo, dan jika tidak memiliki naskah, maka kumpulan resume ini juga boleh.

4. Buku Solo ini tidak ada DL pastinya, untuk menjual karya kita lebih baik lagi jika kita yang bergerak.

5. Penerbitan memberikan hak bagi penulis jika ingin membuat cover sendiri,  include editing ada pada penerbit Malang, dua buku yang cetak diserahkan ke perpusnas itu tanggung jawab penerbit, terus ISBN dan QRCBN sama saja hanya lama waktu selesainya saja, ISBN lebih lama.

6. Menerbitkan buku solo bukan terpatok pada resume ini ya.

7. Penerbit Depok dan Penerbit Malang, keduanya memiliki keunggulan masing-masing.

8. Jika kita menerbitkan di penerbit Indie maka tips agar laku keras adalah manfaatkan medsos dengan maksimal, promo.

9. Karya siswa yang dikumpulkan lalu diterbitkan jika kita masuk dan iku menulis itu sebagai penulis, jika tak menulis ya sebagai editor sajalah.

10. Bebas memilih penerbit Indie dari yang disediakan oleh narasumber pada BM menulis ini, Cak Inin, Bu Kanjeng maupun ke Pak Brian.


Alhamdulillah, akhirnya selesai materi kali ini. Terima kasih kepada  Om Jay beserta semua jajarannya yang begitu bersemangat berbagi ilmu.  Bye ... bye.

Selasa, 28 Juni 2022

Salah Manja-cerpen slide of life-H-20


Sebagai anak dari seorang penguasa di daerahnya. Adi sangat dimanja oleh orang tuanya. Papanya yang telah dua kali periode terpilih sebagai gubernur tersebut sangat memanjakan kehidupan Adi. Layaknya seorang pangeran, apapun yang ia inginkan maka harus diwujudkan.

Adi pemuda yang sangat suka berfoya-foya, waktunya banyak ia habiskan untuk pesta. Ia memiliki teman yang juga dari kalangan atas. Hidup ala borju dan hedonisme. Menurutnya gayanya harus menunjukkan bagai anak sultan julukan yang hits untuk kalangan elit.

Hari ini, pemuda berusia dua puluh tiga tahun itu mendesak papanya agar memenuhi impiannya. Hatinya panas dan merasa tersaingi. Tampilan dengan merk ternama , prestise-nya ia junjung tinggi.

"Pa, segera belikan Adi mobil Maseratti Grand Turismo itu, Pa," cecar Adi ketika Papanya sudah bersiap akan menaiki mobil yang dibukakan oleh sang sopirnya.

Papanya menoleh seraya berkata," Harganya yang berapa, Nak?"

"Berkisar tiga miliar, Pa, mobil dengan lambang trisula Italia, sporty dan aurodinamis, Pa?" Adi menjawab dengan senyum semringah, terbayang dia akan menyaingi mobil Ryan---sepupunya, sekaligus sahabat yang baru saja membeli Range Rover Gelar 2020, mobil dengan bodi besar tersebut dibelinya dengan harga dua miliar. Nah, nanti ia akan lebih hebat dibanding Ryan. Para wanita pun tentunya akan memilih mendekatinya.

"Oke, segera siang nanti ya, Nak," ujar papanya sembari memberi kode untuk jalan kepada sopirnya.

Sopir yang bersiap memutar kemudi, terlihat syok dan tercengang, mendengar perbincangan dua beranak tersebut.  Ia geleng-geleng kepala dan itu terlihat oleh sang gubernur.

“Kenapa, Pak Tiok?” tanyanya.

“Oh, saya terkejut, mobilnya mahal ya.”

“Itulah anak sekarang, beda sama kita dulu ya, Pak. Kita dulu begitu susah, bahkan untuk makan saja harus mati-matian berusaha,” Mata pemimpin provinsi itu menerawang jauh. Seakan-akan lorong kelam masa lalu itu menari-nari di pelupuk matanya.  
  
“Saya tak ingin, anak saya merasakan kepahitan hidup seperti saya dulu!” tegasnya lagi sembari memalingkan wajah ke sisi jalan.

Pak Tiok hanya diam di dalam hatinya sebenarnya ingin memberi nasihat, atau menegur caranya  sang majikan mendidik anak. Namun, ia sadar kapasitasnya mungkin dianggap tidak layak. Dalam hatinya sangat menyesalkan akan pola asuh dengan mengikuti keinginan anak tanpa pertimbangan seperti itu.    

Sementara itu, papanya Adi tercenung, dan berharap pertemuannya dengan   salah satu rekanan ini berhasil tanpa diendus oleh KPK. Karena Mega Proyek Pembangunan Jembatan Layang "Lintas Nirwana" di wilayahnya harus berjalan dengan adanya suap agar dana masuk dengan jumlah nominal yang besar.

~

Bertahan atau? - cerpen slide of life_ setor H- 19







Aku memandangi dengan lekat, goresan pena yang baru saja aku bubuhkan pada kertas selembar dalam map merah.


Ah, hanya coretan yang tak beraturan. Namun, begitu besar artinya. Mewakili identitas diri dan tanda kesepakatan persetujuan atas sesuatu.


Gara-gara tanda tangan bisa mengundang kebahagiaan maupun kesengsaraan. Dunia pun bahkan bisa jungkir balik serta mengubah tatanan wajah bumi.


Beberapa hari merenungi untuk mengambil keputusan yang begitu berat dan akhirnya pagi ini tekadku bulat, tanda tangan aku torehkan pada surat gugatan cerai ini. Meski aku tahu ini tindakan yang sangat dibenci oleh Tuhanku.


Kembali rasa penyesalan itu hadir menyesakkan dada. Andai waktu bisa berputar kembali, mungkin saat ini tak perlu menyalahkan diri sendiri atas keputusan yang kupilih di beberapa persimpangan di masa muda lalu. Nasi telah menjadi kerak, tak bisa mencari di mana terletak salah. Terkadang tersadar, memang mungkin sudah garis tangan jodoh juga oleh Yang Maha Kuasa.


Cinta telah membutakan hati dan akal. Logika tak lagi bisa menerima jutaan alasan penolakan keluarga atas dirimu. Saat itu hanya bahagia ingin kuraih bersamamu, satu-satunya yang mampu bertahta dihati. Nasihat serta arahan orang terdekat kuabaikan. Memilih mengikuti kata hati. Bersamamu pergi menjauh dari penghalang cinta kita.


Manisnya pernikahan hanya diawal saja, setelah buah hati kita lahir. Sifat aslimu keluar dengan berbagai tindak tanduk menyakitkan. Bagai kapal di tengah lautan yang oleng, terdampar dan akhirnya, akan tenggelam.


Peran suami tak kau lakoni dengan baik. Hatiku hancur dengan menahan hati. Tak bisa mengadu pada siapapun. Harus menerima resiko atas pilihan sendiri.


Hati ini, sudah saatnya egois, aku ingin lepas dan bahagia. Anak-anak kita sudah besar, semoga saja bisa memaklumi dan menerima keadaan. Alasan selama ini bertahan, demi anak-anak sudah tak bisa kuberlakukan lagi.


Mati rasa tidak pernah terjadi secara tiba-tiba. Proses panjang menggerogoti perkawinan, bukankah sudah aku berusaha dengan mencoba untuk sabar.


Suami merasa semua berjalan normal, tetapi tiada angin tiada hujan tiba-tiba, mungkin akan kaget setengah mati menerima surat pisah yang kuajukan ini. 


Jangan selalu menyalahkan pihak ketiga tapi lebih ke hati ini yang telah lelah dan mati menimbulkan hambarnya rasa.


Pengorbanan diriku selama ini tak dihargai. Seakan tiada berarti, sering tanpa melibatkanku, mengambil keputusan, tanpa pertimbangan maupun diskusi komunikasi.


Mengenai keuangan kau  tak pernah jujur padaku, bahkan untuk biaya hidup rumah tangga akulah yang harus pontang panting menjadi tulang punggung.


Belum lagi, kau tak mau tahu urusan mengurus rumah tangga. Tak ada niatan tangan mengerahkan tenaga membantuku mengurus anak dan rumah. Keluh kesahku tak pernah kau gubris sementara kau menuntutku untuk menjadi istri yang sempurna.


Kasih sayang perhatian tak pernah tercurah darimu untukku maupun anak-anak. Kau terlalu sibuk dengan duniamu. Sehingga terkadang kita seperti orang asing yang seatap. 


Maaf, untuk hatiku yang tak mampu lagi bersiteguh, dan membersamai nahkoda pernikahan yang terlihat hanya indah di luar saja. Di dalamnya begitu tumpah ruah rasa kesakitan ini. Hidup cuma sekali, lantas untuk apa membersamai orang yang tidak bisa memberikan kebahagiaan?


Pernikahan akan bertahan, selama kedua belah pihak masih sama-sama menginginkan kebersamaan dan jalinan rasa yang saling, bukan hanya sebelah pihak. Luka ini telah menjadi ceruk yang dalam, dan aku tak mau mati dengan hati yang juga mati.


Aku meletakkan kertas tersebut diatas nakas dengan hati-hati di  samping tempat tidur. Menuju kamar mandi. Bersiap akan berangkat ke pengadilan agama.


Ketika aku keluar kamar mandi, keterkejutan menerpa. Aku lihat dirimu berdiri di samping ranjang. Tatapan tajam menghunus, wajah yang dingin, dengan rahang mengeras. serta sobekan kertas kecil-kecil di antara kakimu.


Menguap rasa keberanian yang telah kubangun. Ternyata aku begitu lemah untuk melangkah, aku sendirian. Tanpa suara tercelos dari bibirmu, aku merasa sudah kalah telak. Terdiam, tak bisa lama membalas tatapanmu. Ada kilatan kebencian pada mata itu. Aku mengigit bibir bawah menuju lemari memilih baju daster yang nyaman. Berlalu menuju dapur bertempur dengan bumbu untuk menu makan siang nanti.


Setidaknya kau tau aku pernah membubuhkan tanda tanganku yang tak sampai ke alamat tujuan. Harusnya  menjadikan bahan pemikiranmu. Bahwasanya  aku tak bahagia selama ini.  Mengakhiri ini hanya impian yang berlalu begitu saja. Kembali mencoba menjalani pada sumber kesalahan atas diri sendiri. Biarlah dunia tahunya aku bahagia dengan pilihan hati. Meski sebenarnya saat ini, itu pakai kata 'tapi'. Pengecutkah aku?


~

Senin, 27 Juni 2022

Pernikahan- Cerpen Slide of life- Setor-H- 18

 



Mentari belum menampakan diri menuju peraduan.  Langit perlahan mencicil cahaya  warna yang lebih terang. Angin dingin semilir menerpa di saat  azan Subuh berkumandang. Aku bergegas menyiapkan barang bawaan pada tas selempang. Sedangkan alat tempurku untuk bekerja telah tergeletak di jok mobil. Suamiku telah menaruhkan tas berisi baju pengantin dan alat rias lengkap di situ. Kali ini karena jarak kediaman serta tempat pengantin tidak begitu jauh. Maka suami memilih untuk tidak ikut.


Bersama kedua asistenku yang keduanya masih gadis single. Sedangkan asisten satu lagi, langsung kuutus mengurus mempelai lelaki. Kami melintasi jalan yang masih sepi. Sesampai di rumah pengantin perempuan, kami disambut dengan kesibukan  tuan rumah, kerabat serta panitia. Tenda besar dengan susunan kursi serta pelaminan dengan dekorasi berbagai hiasan sudah rampung.


Aku pun dipersilahkan langsung menuju ke kamar pengantin. Merias pengantin memang harus memakan waktu yang lama. Jadwal yang dikonfirmasi padaku, persiapan akad yang nanti di lakukan pukul 09.00 pagi disambung langsung dengan resepsi.


“Bibi keluar dulu ya, kamu harus kuat,” pamit seorang wanita  pada calon pengantin perempuan. Sempat terdengar olehku, ketika aku memasuki kamar yang berdekorasi sangat cantik.  Ia pun tersenyum ramah ketika berpapasan  di pintu kamar.


Langkah dan gerak sigap kami menyiapkan segala sesuatu. Lampu terang putih empat buah mengarah pada paras gadis itu. Akhirnya, terlihat jelas.  Memperlihatkan wajah sedih dan sendu. Guratan lara itu tersorot dari kelopak mata yang membengkak. Dapat kutebak pasti siap menangis dalam waktu lama. Desas-desus yang kudengar memang ini pernikahan dijodohkan. Mungkin saja dia terpaksa.


“Kita mulai ya,” Senyumku mengembang sebagai pembuka percakapan.


Tangan ini pun mengapai kapas dan pembersih wajah yang diserahkan oleh asistenku.


Gadis itu tak menyahut, reaksi ekpresinya pun tetap sama. Matanya menerawang, seperti menganggapku tak ada. Mesti tangan ini mulai lincah bergerilya pada wajahnya. Menjadi perias pengantin sekaliber make up artis, aku sudah melanglang buana menangani berbagai wajah. Tentunya rupa asli akan berubah seketika menjadi seperti barbie imut nantinya.


Tidak ada percakapan yang terjadi, karena mulut calon mempelai pengatin tetap bungkam. Berbeda sekali dengan biasa yang kuhadapi, di mana calon pengatin banyak yang ceria menghadapi hari istemewanya.

“Pejamkan matanya, sebentar,” ucapku, ketika akan membubuhi shadow di kelopak mata. Matanya yang sembab membuat aku harus  ektra mengakali agar tak terlihat, menutupinya dengan polesan agak tebal. 


Ia menurut, tapi beberapa saat kemudian. Bulir bening menetes dari sudut mata yang terpejam itu. Hei, dia menangis!


Gerakanku terhenti, tangan mengantung . Serta memandang kepada kedua asistenku. Mereka masih sibuk mengurus baju yang akan dikenakan nantinya. 


“Win, dekatkan sikit tisu tu,” pintaku pada mereka.


Meraih serta mengelap pelan pada pipi yang sudah putih berlapis bedak.


“Jika rasanya tak sanggup menerima ini, setidaknya hari ini bisakah untuk disembunyikan,”ujarku padanya.


Kedua manik mata berwarna hitam terpejam itu pun terbuka. Menatap lekat padaku yang juga intens menatapnya.


“Aku tak mencintainya, tolong aku. Dia pantas jadi bapakku bukan suamiku.” Lirih suaranya sembari mengeleng-geleng kepalanya.


“Sabar, kakak cuma perias pengantin, bagaimana bisa kakak menolongmu?”


Wajah gadis berhidung bangir dan  bermata bening itu memandangiku dengan penuh permohonan. Membuatku merasa sangat iba. Ya, dapat dibayangkan bagaimana nasibnya akan hidup menjadi istri yang ke sekian dari seorang pria paruh baya kaya. Hidup dengan keterpaksaan apa bedanya menjadi seperti mayat hidup.


Aku terdiam, sambil memikirkan solusi apa yang mungkin bisa diberikan. Sebuah dilema juga bagiku, apakah harus menolong atau memilih abai saja.


Aku mendekatkan mulut ke telinganya, lalu membisikkan sesuatu. Sepasang netra indah itu langsung berbinar menatapku.


Ia menganggukkan kepala tanda paham. Aku dengan cepat melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Di bibir mungil itu sudah terbit senyuman, meski masih hambardan dipaksakan.


Akad nikah berjalan lancar. Para keluarga, kerabat serta tamu dijamu dengan berbagai hidangan.  Suara dari pelantang pun bergantian menyuarakan berbagai rentetan acara. 


Cuaca semakin panas, karena menuju ke pertengahan hari. Kedua mempelai akan memasuki kamar dan berganti model baju pengantin untuk resepsi.


Kehebohan terjadi, pesta yang seharusnya penuh suka duka itu berubah menjadi duka. Keterkejutan semua orang ketika mendapati mempelai perempuan berbaring dan tak bernapas lagi. Tangisan serta teriakan histeris menjadi suara yang memenuhi ruangan. Bahkan ibu dari pengantin wanita beberapa kali tak sadarkan diri.


“Tadi ia mengaku pusing dan istirahat sebentar sebelum ke kursi pelaminan,” terang salah seorang sepupunya yang menemani di kamar.


Aku yang sudah berada di sudut tenda, menikmati es hijau berselasih dingin. Hanya bisa menyunggingkan senyuman kaku. Sianida yang kuberi tadi telah berhasil memisahkan jiwa raga gadis malang itu. Deritanya telah berakhir, setidaknya di dunia. Hanya bisa bantu itu, selebihnya aku tak mau ambil tahu lagi.

~

Minggu, 26 Juni 2022

Gajian yang Tertunda- cerpen slide of life-setor H-17

 

"Mbak E, maaf ya. Gajian bulan ini agak telat ya, karena kami juga belum gajian soalnya."

 

Kalimat yang diucapkan oleh majikan itu kembali tergiang. Teringat pagi tadi hal itu disampaikannya ketika kubaru saja datang dan Ia sudah bersiap akan pergi bekerja.

 

Selama tiga tahun bekerja pada suami istri yang pegawai pemerintah itu, sebagai pengasuh anak mereka yang sejak bayi hingga sekarang telah berusia beranjak dua tahun. Tak pernah gajiku cair terlambat. Seharusnya hari ini adalah tanggal gajian jatuh tempo.

 

Uang hasil jerih payah tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai orang tua tunggal. Hidupku jadi terpuruk sejak pendamping meninggalkan kami berdua tanpa pesan dan kesan. Status yang tak jelas antara dicerai atau digantung. Membesarkan buah hati kami yang kini menginjak usia delapan tahun seorang diri banyak hambatan yang kuhadapi. Untuk mencari pasangan hidup lagi, takkan terlintas lagi dibenak. Kapok, entah trauma bersarang. Kuhanya fokus pada masalah ekonomi yang selalu menghimpit. Gaji yang tak cukup. Uang gaji sebesar enam ratus ribu itu harus bisa kukelola dengan pengeluaran bulanan dan biaya hidup. Menyisihkan untuk uang sewa rumah saja yang berkisar empat ratus ribu, sisanyalah yang diputar-putar untuk berbelanja dan jajan si  Paijo anakku. Kekurangan uang yang kuhadapi tak lepas membuat utang di sana-sini, membuat kepala terasa berat.

 

Seharusnya hari ini gajian, hal yang menggembirakan, hatiku agak lega.  Harapan akan bisa untuk memenuhi kebutuhan. Namun, akhirnya pupus.

 

Mata ini tak bisa berkompromi, meski larut. Ngantuk itu belum juga menghampiri. Pikiran masih melayang kemana-mana. Menatap nanar Paijo yang telah pulas bermain dengan dunia mimpi. Wajahnya polos, napas yang teratur mengiringi dadanya yang naik turun.


Paijo, belum mengerti. Terkadang ia ingin jajan saja sering kularang. Akhirnya menyisakan tangisan. Membuat hatiku nelangsa.


Terpikir kedepan, bagaimana nasib anakku esok hari. Uang ditangan tak ada. Pinjaman, apakah ada lagi yang mau bermurah hati mengutangi.

 

Kuhela napas dengan berat, apakah harus mencari kerja tambahan. Tapi apa? Membagi waktu yang ada. Apa bisa? Hanya tamatan Sekolah Dasar tidak ada yang bisa diandalkan kecuali tenaga. Itupun terkadang fisikku lemah jika dihadapkan dengan pekerjaan yang banyak. Bagaimana besok hari kan kami hadapi. Sepersen pun tiada ditangan.

 

Hari Minggu yang cerah, tetapi tak secerah hatiku. Berdiri mematung di depan pintu. Terbangun dengan mata yang berat. Karena tak terlena melewati malam. Kepala terasa sempoyongan. Paijo telah bangun dan bermain dengan anak tetangga. Minggu adalah waktu liburku bekerja juga, mungkin akan mencari pekerjaan yang bisa menambah penghasilan. Rencanaku mungkin akan ke pasar mencari kerja.

 

Tiba-tiba lamunanku dikejutkan dengan suara Paijo yang datang menghampiri sambil berlari kecil.

 

"Mak, lapar. Beli sarapan, Mak," ucapnya sembari menarik ujung baju dasterku.

 

"Minum air teh dulu ya," jawabku sambil menuju ke dapur.

 

"Tak mau, aku lapar. Bukan haus Mak," ujar Paijo mengekor di belakangku.

 

Tanganku yang sudah meraih wadah gula pasir, terhenti. Bagaimana memberikan penjelasan pada Paijo. Tak sanggup melihat raut kecewa Paijo nantinya. Jika aku yang kelaparan masih bisa kutahan.Tapi jika anakku yang mengalami, hatiku perih. Mata berkaca-kaca. Seakan-akan air hangat berlomba untuk jatuh berderai. Mendongakkan kepala, serta berusaha tak terlihat sedang meratapi nasib di depan Paijoku.

 

"Paijo, sarapan mie mau?" tanyaku dengan suara agak parau. Karena menahan rasa sedih dan airmata yang masih saja mau mendesak keluar.

 

Paijo hanya menganggukkan kepala bertanda setuju. Serta menatap raut kesedihan diwajahku yang terbaca olehnya. Tak ayal membuat mukanya pun suram.

 

"Bentar ya, Mak ke kedai depan ya. Tunggu sini aja," cetusku sambil berlalu.

 

Dengan langkah berat, dan hati ragu menuju kedai di seberang. Rumah pemilik kontrakan Bu Tatik yang menjual barang harian tersebutlah tempatku biasa berutang.

 

"Bu Tatik .... O, Buk" panggilku agak dengan suara keras. Karena Ia tak terlihat di kedainya.

 

"Oi, kejap. Lagi jemur kain," sahutnya samar dari arah samping rumahnya.

 

"Ya!" jeritku singkat.

 

"Beli apa?" tanyanya yang datang agak tergopoh-gopoh.

 

"Hm ..., boleh ngutang mie sebungkus sama telor satu ya?" Gugup aku bertanya sambil tersenyum meringis.

 

Wajah Bu Tatik dengan bedak tebal tersebut mendadak berubah dingin.

 

"Pagi lagi ni. Belum ada pecah telor, eh Mbak E udah mau ngutang! Pamali Mbak e. Belum bon lama dah banyak ini." pungkasnya dengan bibir mengerucut sambil memperlihatkan buku catatan  atas namaku. Terlihat dengan angka besar tertulis seratus lima belas ribu disitu.

 

"Ya la, Buk. Ndak jadila kalau gitu." ucapku lirih sambil membalikkan badan menuju rumah.

 

Dengan langkah gontai menuju rumah, belum sampai ke rumah. Kuputuskan singgah ke halaman samping rumah memetik beberapa helai pucuk ubi. Rencananya akan ditumis saja. Untuk sarapan kami berdua. Mungkin Paijo sedikit dibujuk agar mau makan pucuk ubi tumis. Sambil melalui rumah deretan rumah petak. Terlihat rumah tetangga yang terbuka.

 

"Ra!" teriakku.

 

"Opo, Mbak E?"

 

"Boleh pinjam beras seliter Ra," ujarku ragu-ragu.

 

"Oh, boleh Mbak E. Bentar ya." Ia berlalu masuk ke dalam rumah.

 

Ira  kembali dengan tersenyum, menyerahkan beras yang kusambut dengan hati bahagia.


 


"Makasih ya, Ra, kalo gajian, Mbak E bayarnya ya, Ra," ucapku lirih. Secarik senyum tipis kuterbitkan.

 

"Ya, bawalah dulu," jawabnya sembari tersenyum tulus. Beruntung rasanya memiliki tetangga baik.

 

Akhirnya sarapan kami berdua nasi panas dengan tumisan pucuk ubi. Paijo yang semula tak berselera namun karena lapar, akhirnya luluh dengan suapan yang kuberikan.

 

Mengunyah dengan pikiran melayang, nanti jika nasi ini habis apa yang akan dimakan lagi? Apa harus bergelimang utang lagi? Ataukah hari ini, memulung saja? Apa fisikku tahan berjalan ke sana ke mari mengutip sampah plastik atau barang daur ulang. Takutnya malah jatuh sakit mengingat tubuhku yang sangat mudah tumbang. Sembari berdoa di dalam hati semoga majikanku cepat keluar gajinya  agar berimbas padaku yang akan gajian juga.

 

"Tet! Tet! Tet!"

 

Bunyi token PLN membuyarkan lamunan, menjerit minta pulsanya diisi. Kembali kepalaku berdenyut.

Sabtu, 25 Juni 2022

Benda Pipih- Cerpen slide of life- Setor H-16


 


 

     "Kenapa, Nek? Sakit?” tanya Neng Alya sambil menatapku  yang sedang mengurut betis.



     "Tidak, Cung, biasa sudah sepuh. Kamu sudah makan? Itu makanan di tudung sudah siap!" jawabku sambil menunjuk ke meja makan.


     "Iya, Nek. Mama mana, Nek?!” seru Neng Alya sambil menyendok nasi ke piring.


     "Loh, tadi Ibu di kamar. Sepertinya dandan mau siap-siap pergi, atau sudah pergi, ya? Nggak ada pamit," ujarku sambil menatap Neng Alya yang mengunyah seraya menganggukkan kepala.


     Bu Desma—mamanya Neng Alya adalah wanita yang hampir berusia menuju kepala empat, tetapi beberapa tahun terakhir ini kelakuannya seperti remaja putri yang sedang puber. Kerjanya tiada lain asyik dengan ponselnya, yang kusebut dengan benda pipih, karena bentuknya tipis. Waktunya banyak dihabiskan dengan benda tersebut dan bepergian ke luar bersama teman-temannya.


     Pernah kupergoki Bu Desma lama di depan cermin, kukira menghitung kerutan di wajahnya, serta merenung untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ternyata pemikiranku salah. Ia berdandan dengan lama lalu meletakkan benda pipih tersebut di depan wajahnya. Ia pun tersenyum, lalu memajukan bibirnya dengan melakukan banyak gaya.


Cekrek!


Cekrek!


Cekrek!


Begitulah bunyinya. Gaya berpakaiannya pun modis dan wow. Ya, tidak apa juga, sih, namanya wong sugih, ya, ‘kan?


     Dulu Bu Desma adalah seorang ibu serta istri yang rajin mengurus rumah tangga, serta penuh kasih perhatian pada keluarga. Kini semua kerja rumah akulah yang mengerjakannya. Dia tiada waktu lagi menolong seperti dulu. Aku hanya terdiam, bengong  memandangi mereka. Aku hanya wanita tua yang dipanggil ‘Nenek’ oleh mereka, berpuluh tahun mengabdi di rumah ini. Namun, rumah ini tiada seindah dulu, kehangatan, canda tawa, kebersamaan silam telah sirna. Seperti dirampas oleh benda pipih tersebut. Raga mereka bersama. Namun, tidak dengan jiwanya, seperti dunia lain. Ya, mana kumengerti dengan kehebatan benda pipih tersebut, karena mana ada dimasa mudaku dulu.


     Ponsel hanya kecil merek Noki* yang hanya bisa menelepon serta menerima panggilan jika anak serta cucu di kampung menelepon. Neng Alya menyebutnya Hp senter.


     Pernah Neng Alya meminjamkan benda pipih tersebut, dan hebat, sungguh menakjubkan. Aku kagum, kok bisa berbicara tatap muka langsung dengan anak serta cucu-cucuku di kampung. Kutanyakan pada Neng Alya, "Kok, bisa, Cung?"


     "Bisalah, Nek, ini namanya video call. Nek, nanti kalau  Mang Asep mau lihat Nenek langsung bilang, biar Alya video call ‘kan lagi, ya, Nek," jelasnya padaku.


     Neng Alya merupakan anak tunggal Pak Surya dan Bu Desma, ia sudah kuanggap seperti cucuku. Sejak ia bayi hingga Ia remaja seperti ini tak lepas dari bantuanku, kurawat dan mengikuti tumbuh kembangnya dengan kasih sayang. Dulu ia sangat dimanja dengan cinta kasih dari kedua orang tuanya. Namun, kini kedua orang tuanya terlalu sibuk. Pak Arya mengurus bisnisnya yang berkembang pesat, sedangkan Bu Desma dengan dunia sosialitanya. Padahal menurutku Neng Alya labil  dan rentan saat ini, dan sangat butuh perhatian orang tuanya, bukan hanya benda pipih itu terus yang menemani dan dimainkannya.


     Karena khawatir dengan pergaulan Neng Alya. Sering memberinya nasihat serta wejangan semampuku berdasarkan pengalaman hidup yang tentunya sudah jauh  berbeda dengan saat ini, yang kadang tak digubris serta ditanggapi dengan dengusan kesal. Ketahuilah, Cung, wanita tua ini hanya inginkan yang terbaik untukmu, Cung.


     Mentari cerah. Namun, tidak di rumah ini, di balik dinding yang menyekat ruang tamu dan ruang TV kuberdiri, mengintip. Suara barang yang terhempas serta keramik hiasan rumah yang pecah berserakan.


     "Siapa yang melakukannya! Jawab!" teriak Pak Arya sambil menunjuk-nunjuk  Neng Alya yang menangis, di pelukan Bu Desma yang juga mengucurkan air mata.


     Tiada jawaban, hening.


     Pak Arya menarik napas dalam, sambil mengurut dadanya. Menahan emosinya yang akan meledak, lalu terduduk bersimpuh.


     "Siapa, Nak? Jawablah, Nak," lirihnya.


     Neng Alya dengan bibir bergetar, dan wajah penuh ketakutan. Gadis belia itu memandangi Pak Arya dengan pandangan berkabut karena menangis.


     "Valdo, Pa, pacar Alya," gumamnya dengan suara lemah.


     “Dia, harus bertanggung jawab!  Atau—“


     Entah apa yang diucapkan Pak Arya dan yang terjadi selanjutnya. Terkejut, kaki tuaku lemas, semaput. Bolehkah aku menyalahkan benda pipih itu?


~

Jumat, 24 Juni 2022

Mengenal Penerbit Indie








E. 100 hlm: 


# Cetak 5 buku = 635.000

# Cetak 10.Buku = 725.000


F. 125 hlm: 





Pertemuan                         : 17

Hari/Tgl                             : Jumat, 24 Juni 2022

Narasumber                       : Mukminin, S.Pd, M.Pd

Moderator                          : Lely Suryani

 

Malam ini, awal liburan sekolah semester genap. Kenaikan kelas telah selesai, liburan tiba. Namun, tidak dengan menuntut ilmu. Meski dengan cara berjauhan tetapi dekat di hati. Kelas Menulis  PGRI  dengan foundernya si Om Jay dan tim tetap semangat memberikan berbagai ilmu kepenulisan. Hal ini tentunya suatu kesempatan emas bagi saya, rugi dong jika dilewatkan.

 

Narasumber kali ini sering di panggil dengan sebutan Cak Inin usainya 57 tahun.  Beliau berdomisili di daerah Jombang. Ia seorang lulusan jurusan S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia  seorang direktur  Penerbit buku Kamila Press Lamongan.

Kata - kata mutiara  motivasi :


Semua orang akan mati kecuali karyanys, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akherat kelak -- Ali Bin Abi Thalib.


Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar maka jadilah penulis --- Imam Al- Ghazali. 

  Langsung ke materi yaitu 5 langkah yang harus dibuat yakni :

 

 Tahap Pra Writing

Diawali dengan mencari ide kepenulisan, sesuai dengan tema , baik fiksi maupun non-fiksi. Ide itu bisa saja dari pengalaman, baca buku, majalah, Koran atau kejadiaan yang telah dilihat.

 

 Tahap Drafting / outline

Tahapan ini penulis mulai membuat outline atau daftar isi buku yang akan ditulis. Nantinya akan dikembangkan lagi menjadi naskah.

 

❸ Tahap Writing/ Menulis

Penulis mulai mengembangkan kerangka karangan. Banyak ilmu kepenulisan yang harus tertuang pada naskah. Baik dari segi fisik maupun isi yang tertuang pada naskah.

 

 Revisi dan Editing

Pengkoreksian perlu dilakukan apakah sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, isi naskah juga bisa ditambah atau dikurangi. Melalui tahapan inilah naskah dipoles sedemian rupa agar maksimal. Meskipun ada editor kita wajib juga melakukan swa sunting, agar tulisan kita tidak berantakan.

 

Tahap Publikasi

Jika naskah sekiranya sudah apik dan pas maka langkah akhirnya adalah diterbitkan. Bagaimana caranya? Memang untuk menembus ke penerbit mayor agak susah. Nah, kita menerbitkan bisa secara independent yaitu dengan penerbit Indie.

 

Apa itu? Cek!

 

Penerbitan itu bisa digolongkan menjadi 2 yaitu :

 

1.      Penerbit Mayor

2.       Penerbit Indie

 

Perbedaannya bisa dilihat pada table berikut!

 

NO

Pembeda

Penerbit Mayor

Penerbit Indie

1

Jumlah

Masal 3.000 eksp, minimal 1.000 dijual ke took buku besar

Sesuai pesanan, jual melalui on-line atau door to door.

2

Naskah

Tahapan selesi ketat, terutama selera pasar

Tidak begitu seleksi, jika layak dan tidak plagiat, sara dan porno maka bisa dicetak

3

Profesionalitas

Telah memiliki brand yang mumpuni, hasil buku bagus

Masih sangsi, kadang asal cetak dan asal jadi, kadang kualitas kertas rendah.

4

Waktu Penerbitan

1-3 bulan sebagai konfirmasi, alur kerja sistematis, masuk sesuai antrean

Naskah langsung diproses

5

Royalti

Biasanya 10 % dari hasil penjualan

Penerbit Indie tergantung kebijakan masing-masing. Genjar promosi lewat akun sosmed

6

Biaya Penerbitan

Gratis

Berbayar

7

Contoh nama penerbit

Gramedia Pustaka, Mizan, Republika, Grasindo, Loka Media, Tiga Serangkai, Bentang Pustaka, Erlangga, Yudhistira, Andi Yogyakarta, 

YPYD, Gemala, Kamila Press, Faza, Beliqa, Pilar Pustaka, Bookies,  dsb.

 

 Jika ingin mencetak di Kamila Press Lamongan dengan jasa ISBN, editing, lay out, dan design cover buku dengan harga terjangkau. Syarat-syaranya yaitu : 

💛 Kirim naskah lengkap hingga bionarasi.

💛 Ketik A5 ukuran 14.8 x 21 cm, spasi 1, 15 ukuran font 11 margin 2222. Jeni huruf Arial, Calibri aau cambria, 1 file kirim via email mupun WA.

💛 Dapat sertifikat dari penerbit.

Harga Penerbitan buku di Kamila Press Lamongan ( harga sewaktu-waktu bisa berubah).


✓ Biaya Cetak buku  A5, kertas Bookpapar (coklat halus) atau HVS putih  

(termasuk biaya ISBN, Layuot, edit, cover buku, PO buku, sertifikat).


A. 60 halaman: 


#  Cetak 5 buku/ eksp. =  566.000

# Cetak 10 buku/ eksp. =  632.000, 

plus ongkir


B. 70 hlm:  


#  Cetak 5 buku = 570.000

# Cetak 10 buku = 650.000,

. Plus Ongkir


C. 85 hlm : 


 # Cetak 5 buku = 580.000

# Cetak 10 buku = 

660.000


D. 90 hlm:


# Cetak 5 buku = 600.000

# Cetak 10 Buku = 715.000

# Cetak 5 buku = 650.000

# Cetak 10 buku = 751.000


G. 150 hlm= 


# Cetak 5 buku = 665.000

# Cetak 10 buku = 800.000


H. 200 hlm: 


# 5 buku = 695.000

# 10 buku = 841.000


I. 250 hlm:


# Cetak 5 buku = 725.000

# Cetak 10 buku = 900.000


J. 300 hlm:


# Cetak 5 buku = 753.000

# Cetak 10 buku = 957.000


H. 350 hlm.

# Cetak 5 buku = 780.000

# Cetak 10 buku = 1.014.000


I. 400 hlm.

# Cetak 5 buku = 805.000

# Cetak 10 buku = 1.070.00


J. 450 hlm.

# Cetak 5 buku = 830.000

# Cetak 10 buku = 1.120.000


K. 500 hlm. 

# Cetak 5 = 855.000

#Cetak 10 = 1.170.000


#  SETELAH CETAK 10 BUKU DENGAN JUMLAH HALAMAN DAN HARGA TERSEBUT, 


Lebihnya dihitung harga cetak ulang :


1.  Cetak buku 60 hlm 

Harga @ 20.000

2. Cetak buku 70-75  hlm harga  @21.000

3. Cetak buku 100 hlm. Harga @ 23.500

4. Cetak buku 140 hlm harga @ 27.000

5. Cetak buku 150 hlm @ 30.000

6. Cetak buku   250 hlm. Harga @ 40.000

7. Cetak buku  300 hlm. Harga @  45.000

Jika cetak buku A5 jmh hal 85. Cetak 20.buku, maka rinciannya 

1. Cetak 10 buku harga atas 660.000


2. Yg 10 buku dihitung harga cetak ulang x @ 22.000 = 220.000


3. Ongkir 2 kg


Lanjut ke sesi pertanyaan, dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Penerbit Mayor dan Indie, lebih baik mana, sama saja, tergantung mana mau, cek saja kualitas naskah kita

2. Jangka waktu di penerbit Indie biasanya sekitar dua bulan.

3. Modal untuk menjadi penerbit harus urus dulu CV ke kabupaten, izin dan ke perpusnas.

4. Penerbit tidak harus meski punya percetakan, bisa jadi kerja sama.

5. 300 buku telah terbit di Kamila Press.

6. ISBN tidak untuk antologi mungkin ada pertimbangan, selain itu jatah dari internasional harus sesuai dengan maksimal cetaknya.

7. Cetak buku boleh tidak ukuran kertas hanya A5, boleh B5, A4 cetak warna mupun hitam putih, beda harga.

8. Kamila Press mempersilakan jika ingin cetak pada penerbitan mereka dengan ketentuan di atas.

9. Konsul mengenai desain, dll bisa dilakukan sesuai permintaan, atau dibuatkan oleh ilustrator.

10. Biaya ditanggung oleh penulis. Minimal 5 buku.



Tiada kata terlambat untuk menulis dan terbitakan buku, tulislah sgr apa yg Anda suka, Anda dengar, Anda lihat, Anda rasakan untuk berbagi kebaikan ( Cak Inin)


Torehkan penamu dari jejak kakimu, siap tahu jadi penolongmu ( Cak Inin)


Kalau Anda ingin panjang umur , maka menuiskah ( Cak Inin)

 Demikianlah resume saya kali ini. Malam semakin larut, mata sudah minta ditutup, tubuh pun maunya diluruskan kan. Sebelum saya akhiri TERIMA KASIH YA SEMUANYA. DAH .... DA.... DAH.


Wanita dan Skincare

  Skincare diambil dari Bahasa Inggris yang artinya skin artinya kulit sedangkan care artinya peduli jadilah skincare   adalah berbagai   ...