Senin, 27 Juni 2022

Pernikahan- Cerpen Slide of life- Setor-H- 18

 



Mentari belum menampakan diri menuju peraduan.  Langit perlahan mencicil cahaya  warna yang lebih terang. Angin dingin semilir menerpa di saat  azan Subuh berkumandang. Aku bergegas menyiapkan barang bawaan pada tas selempang. Sedangkan alat tempurku untuk bekerja telah tergeletak di jok mobil. Suamiku telah menaruhkan tas berisi baju pengantin dan alat rias lengkap di situ. Kali ini karena jarak kediaman serta tempat pengantin tidak begitu jauh. Maka suami memilih untuk tidak ikut.


Bersama kedua asistenku yang keduanya masih gadis single. Sedangkan asisten satu lagi, langsung kuutus mengurus mempelai lelaki. Kami melintasi jalan yang masih sepi. Sesampai di rumah pengantin perempuan, kami disambut dengan kesibukan  tuan rumah, kerabat serta panitia. Tenda besar dengan susunan kursi serta pelaminan dengan dekorasi berbagai hiasan sudah rampung.


Aku pun dipersilahkan langsung menuju ke kamar pengantin. Merias pengantin memang harus memakan waktu yang lama. Jadwal yang dikonfirmasi padaku, persiapan akad yang nanti di lakukan pukul 09.00 pagi disambung langsung dengan resepsi.


“Bibi keluar dulu ya, kamu harus kuat,” pamit seorang wanita  pada calon pengantin perempuan. Sempat terdengar olehku, ketika aku memasuki kamar yang berdekorasi sangat cantik.  Ia pun tersenyum ramah ketika berpapasan  di pintu kamar.


Langkah dan gerak sigap kami menyiapkan segala sesuatu. Lampu terang putih empat buah mengarah pada paras gadis itu. Akhirnya, terlihat jelas.  Memperlihatkan wajah sedih dan sendu. Guratan lara itu tersorot dari kelopak mata yang membengkak. Dapat kutebak pasti siap menangis dalam waktu lama. Desas-desus yang kudengar memang ini pernikahan dijodohkan. Mungkin saja dia terpaksa.


“Kita mulai ya,” Senyumku mengembang sebagai pembuka percakapan.


Tangan ini pun mengapai kapas dan pembersih wajah yang diserahkan oleh asistenku.


Gadis itu tak menyahut, reaksi ekpresinya pun tetap sama. Matanya menerawang, seperti menganggapku tak ada. Mesti tangan ini mulai lincah bergerilya pada wajahnya. Menjadi perias pengantin sekaliber make up artis, aku sudah melanglang buana menangani berbagai wajah. Tentunya rupa asli akan berubah seketika menjadi seperti barbie imut nantinya.


Tidak ada percakapan yang terjadi, karena mulut calon mempelai pengatin tetap bungkam. Berbeda sekali dengan biasa yang kuhadapi, di mana calon pengatin banyak yang ceria menghadapi hari istemewanya.

“Pejamkan matanya, sebentar,” ucapku, ketika akan membubuhi shadow di kelopak mata. Matanya yang sembab membuat aku harus  ektra mengakali agar tak terlihat, menutupinya dengan polesan agak tebal. 


Ia menurut, tapi beberapa saat kemudian. Bulir bening menetes dari sudut mata yang terpejam itu. Hei, dia menangis!


Gerakanku terhenti, tangan mengantung . Serta memandang kepada kedua asistenku. Mereka masih sibuk mengurus baju yang akan dikenakan nantinya. 


“Win, dekatkan sikit tisu tu,” pintaku pada mereka.


Meraih serta mengelap pelan pada pipi yang sudah putih berlapis bedak.


“Jika rasanya tak sanggup menerima ini, setidaknya hari ini bisakah untuk disembunyikan,”ujarku padanya.


Kedua manik mata berwarna hitam terpejam itu pun terbuka. Menatap lekat padaku yang juga intens menatapnya.


“Aku tak mencintainya, tolong aku. Dia pantas jadi bapakku bukan suamiku.” Lirih suaranya sembari mengeleng-geleng kepalanya.


“Sabar, kakak cuma perias pengantin, bagaimana bisa kakak menolongmu?”


Wajah gadis berhidung bangir dan  bermata bening itu memandangiku dengan penuh permohonan. Membuatku merasa sangat iba. Ya, dapat dibayangkan bagaimana nasibnya akan hidup menjadi istri yang ke sekian dari seorang pria paruh baya kaya. Hidup dengan keterpaksaan apa bedanya menjadi seperti mayat hidup.


Aku terdiam, sambil memikirkan solusi apa yang mungkin bisa diberikan. Sebuah dilema juga bagiku, apakah harus menolong atau memilih abai saja.


Aku mendekatkan mulut ke telinganya, lalu membisikkan sesuatu. Sepasang netra indah itu langsung berbinar menatapku.


Ia menganggukkan kepala tanda paham. Aku dengan cepat melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Di bibir mungil itu sudah terbit senyuman, meski masih hambardan dipaksakan.


Akad nikah berjalan lancar. Para keluarga, kerabat serta tamu dijamu dengan berbagai hidangan.  Suara dari pelantang pun bergantian menyuarakan berbagai rentetan acara. 


Cuaca semakin panas, karena menuju ke pertengahan hari. Kedua mempelai akan memasuki kamar dan berganti model baju pengantin untuk resepsi.


Kehebohan terjadi, pesta yang seharusnya penuh suka duka itu berubah menjadi duka. Keterkejutan semua orang ketika mendapati mempelai perempuan berbaring dan tak bernapas lagi. Tangisan serta teriakan histeris menjadi suara yang memenuhi ruangan. Bahkan ibu dari pengantin wanita beberapa kali tak sadarkan diri.


“Tadi ia mengaku pusing dan istirahat sebentar sebelum ke kursi pelaminan,” terang salah seorang sepupunya yang menemani di kamar.


Aku yang sudah berada di sudut tenda, menikmati es hijau berselasih dingin. Hanya bisa menyunggingkan senyuman kaku. Sianida yang kuberi tadi telah berhasil memisahkan jiwa raga gadis malang itu. Deritanya telah berakhir, setidaknya di dunia. Hanya bisa bantu itu, selebihnya aku tak mau ambil tahu lagi.

~

2 komentar:

  1. Pernikahan hal yang harus di lakukan ,cepat dan lambangasalkan ada cinta diantara dua insal

    BalasHapus
  2. Iya, Bu, ini hanya menghalu saja

    BalasHapus

Wanita dan Skincare

  Skincare diambil dari Bahasa Inggris yang artinya skin artinya kulit sedangkan care artinya peduli jadilah skincare   adalah berbagai   ...