Aku dan kedua orang tuaku berdiri di depan pintu bersiap menyambut keluarga Mario yang akan berkunjung ke rumah. Melalui ponsel ia telah mengabari bahwa jarak tempuh sudah dekat. Mario adalah seorang pemuda yang baru setahun ini dekat denganku. Rasa nyaman serta keseriusan yang ia tawarkan membuatku membuka hati untuk pemuda bermata elang itu.
Hari ini, untuk menjalin hubungan yang lebih dan untuk mengenal lebih dekat. Orang tuaku berinisiatif mengundang Mario dan kedua orang tuanya untuk makan malam bersama. Senyum semringah kami tawarkan. Ketika Mobil Mario memasuki perkarangan rumah.
Terlihat Mario keluar dari mobil serta mengitari pintu mobil membukakan pintu untuk orang tuanya. Mereka bertiga berjalan menuju kearah kami. Mario menggunakan kemeja yang lengannya di gulung hingga ke siku. Ia terlihat makin tampan malam ini. Sedangkan kedua orang tuanya memakai baju dengan warna yang senada.
Wajah Papa mendadak berubah kelam ketika jarak semakin dekat. Raut wajah Mama tak kalah lebih terkejut lagi, bahkan beliau sampai menutup mulut dengan tangannya. Matanya terbeliak seakan melihat hantu.
“Kau, Adnan!” ucap papaku dengan emosi.
“Ba. Ba-su-ki!” seru papanya Mario dengan ekpresi terkejut.
Mereka saling pandang dengan sorot mata yang tak kumengerti. Sementara kami, heran dan penuh tanya. Apakah mereka telah saling mengenal?
“Keluar, pergi! Tak sudi aku melihatmu!” teriak Papa dengan mengibaskan tangannya ke depan.
Papa melangkah dengan kaki lebar masuk ke rumah diikuti oleh Mama. Aku yang masih tak mengerti memandang pada Mario. Pria itu terlihat syok juga, matanya menunjukan rasa tanda tanya. Sama denganku. sedangkan papanya tertunduk dan menarik tangan istrinya berbalik dan menuju ke mobil.
“Pa, Ma!“ Aku menyusul mereka setelah memastikan Mario telah pulang . Aku ingin meminta penjelasan pada mereka.
“Pa, ada apa Pa?” Aku bertanya dengan pelan ketika mendapati Papa sedang duduk tersandar di sofa depan TV. Beliau mengusap dadanya dengan berulang kali.
Mengingat kondisinya yang kurang sehat. Terlihat napasnya turun naik dengan cepat. Mama datang dengan membawa segelas air putih. Segera Mama membantu papa untuk minum dengan perlahan.
“Papa tidak setuju kamu dekat dengan anaknya Adnan.” Suara Papa penuh penekanan dan menatap lekat padaku. Kedua manik matanya yang mulai ada kabut itu mendominasi .
“Tapi, kenapa Pa?”
"TIDAK BISA!" seru Papa.
Mama memberiku kode dengan mata dan tangannya agar aku menjauh.
“Papa istirahat ya.” Mama berdiri serta memapah Papa menuju kamar.
Aku berdiri terpaku, apa yang menjadi alasan papa dengan ucapannya tadi. Apakah ada peristiwa masa lalu mereka. Ini sepertinya akan sulit. Hatiku sudah terpaut dan cocok dengan Mario. Akankah hubungan ini harus berakhir. Ini tentang cinta dan hati serta restu. Pikiranku kalut dengan berbagai banyak pertanyaan yang berkecamuk.
Sebelum tidur aku melakukan sambungan telepon pada Mario. Mungkin saja dia mendapat info cerita dari papanya. Tapi nihil, kami sama-sama dihadapkan dengan kebingungan. Mungkin besok atau ada waktu yang tepat buat kami untuk mengorek penjelasan.
*
“Ma.” Aku menyapa dan menghampirinya yang sibuk mengiris bawang mungkin untuk bumbu nasi goreng.
“Hm, ntar ya. Sarapannya bentar lagi siap nih,” sahut Mama dengan mengulas senyum padaku.
Aku mengambil gelas dan mengisinya di dispenser. Kutarik kursi dan duduk, meneguk hingga tinggal setengahnya. Aku menghela napas panjang. Malam tadi tidak bisa tidur dengan lelap membuat kepalaku terasa berat.
“Papa mana, Ma?”
“Sudah pergi bekerja,” jawab Mama singkat.
Aku tercenung, tidak biasanya beliau pergi lebih pagi. Apa sengaja menghindari serbuan pertanyaanku.
“Sikap Papa malam tadi, apa Mama tau penyebabnya?” tanyaku, setelah aku menghabiskan isi air dalam gelas hingga kandas.
Wajah Mama berubah menjadi serius.
“Flo, dengar, Mama. Hal ini biar papamu yang menjelaskan. Kamu berhak tahu. Biar lebih jelas kamu tanyakan pada Papa, tapi ingat, nanyanya jangan dengan emosi, kamu dengarkan penjelasannya dulu,” saran Mama.
*
“Flo, tau hal yang menyakitkan di dunia ini! Pengkhianatan Flo. Kami dulu bersahabat. Sejak masa sekolah hinga kami kuliah. Adnan, walau secara ekonomi kami berbeda. Adnan pejuang yang gigih, walaupun anak yatim ia berhasil sukses. Kami membangun bisnis bersama, modal saling percaya, tetapi berakhir dengan kehancuran. Adnan melakukan hal yang tak dapat Papa maafkan. Ia mengelapkan uang perusahaan, serta merebut Winda kekasih Papa saat itu. Papa dengar akhirnya mereka menikah dan akhirnya cerai, karena Winda tersiksa. Papa saat itu begitu terpuruk. Untung saja diselamatkan oleh kakekmu---papanya mamamu.” Terang Papa dengan mata menerawang dan sendu. Lorong-lorong kelam masa lalu seakan ia lalui kembali. Wajah yang dipenuhi keriput itu menyiratkan kesedihan mendalam.
Mendengar penjelasan dari Papa membuatku merasakan sakit. Mulutku terdiam, tidak sanggup memberi respons atas cerita masa lalu Papa yang pahit.
“Dan itu tak cukup bisa hilang dengan hanya dengan kata maaf. Seseorang yang telah membuat Papa terperosok ke masalah ekonomi dan hati sekaligus, bagaimana mungkin menyerahkanmu pada anaknya.”
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya ,Flo. Lagian kan kamu baru mengenalnya satu tahun ini. Itu belum cukup untuk mengetahui karakter Mario sepenuhnya, Nak.” Mama yang sedari tadi diam ikut berbicara.
“Iya, Ma. “ Ucapan Mama ada benarnya. Bagaimana mungkin persahabatan papa yang hancur karena pengkhianatan yang dilakukan oleh papanya Mario bisa kami hapus dengan hubungan cinta yang naik ke pelaminan. Bukankah perkawinan bukan hanya menyatukan dua manusia saja tapi lebih dari itu. Ada dua keluarga yang saling bertaut.
Aku mengalah, aku memaklumi. Seiring kabar yang kudengar. Mario ternyata memiliki hobi meloroti harta perempuan. Syukurlah, aku tak sampai jauh berjalan atau keukeuh dibutakan oleh cinta sesaat.
~
Berbakat menulis cerpen memang lanjutkan
BalasHapusLanjutkan, sip, Say. Makasi ya udah mampir
HapusUntungnya....
BalasHapusYa, untunglah mereka tak berjodoh😁
HapusCerpen yang bagus. Tulisannay keren.
BalasHapusAlhamdulillah, makasi ya, udah mampir😁🙏
BalasHapusSabar ya, walau sebenarnya kita tidak boleh memberikan penilaian yang sama terhadap anaknya. Coba lihat ada yang ayahnya atau ibunya bukan orang baik, tapi karena karena anaknya dirawat oleh orang baik, karakternya menjadi baik. Banyak hal yang mempengaruhinkarakter seseorang.
BalasHapusSudah menjadi penulis hebat. Luar biasa.
https://naniku2020.blogspot.com/2022/06/kecerdasan-emosional.html?m=1
iya, ya, makasi ya
BalasHapus