Semenjak anak gadis Pak Haji Mamad selesai kuliah dan pulang kampung. Kami para pemuda sibuk mencari perhatian. Bukan tanpa alasan. Si cantik bernama Minda itu sudah lama ditunggu kepulangannya. Perempuan berjilbab itu berkulit putih, alis mata tebal menaungi matanya yang bulat indah. Hidung bangir nan mungil, wajah oval dengan kedua lesung pipi menambah manis senyumannya.
Apalagi pulang kuliah dari kota besar. Penampilannya tambah memukau. Penampilannya semakin modis, dulunya suka memakai jilbab lebar sekarang telah mengenakan phasmina. Persaingan pun tak terelakkan. Tanpa sadar kami si para pemuda kampung mencoba untuk membuatnya jatuh hati.
Saat yang lainnya, memberikan perhatian serta tiba-tiba mengunjungi rumah Pak Mamad dengan dalih macam-macam, tidak denganku. Aku memiliki pandangan bahwa jika ingin anaknya maka dekati dulu bapaknya. Benarkan?
Aktivitas harianku kini adalah ikut salat berjamaah Subuh yang diimami oleh bapaknya si Bunga Desa tersebut. Bahkan bela-belain bangun lebih awal, membantu membersihkan mesjid. Marbot mesjid saja sampai bengong. Hal itu demi terlihat oleh Pak Haji Mamad. Cerdaskan?
Ketika selesai salat, kami ngobrol ringan. Apalagi aku seakan-akan tertarik ingin belajar ilmu agama. Pak Mamad begitu antusias memberikan wejangan ilmu. Beliau bahkan sanggup berlama-lama di mesjid saat siap Isya. Tak jarang kami sampai di rumah masing-masing sudah pukul 10 malam. Kami pun semakin akrab, sesekali aku menolongnya mengurus kebun miliknya dan bolak-balik ke rumah Pak Haji. Nah, di saat itulah kesempatan bagiku untuk melihat Minda yang suka berkurung di rumah. Ia seakan tidak ingin bergaul, ia hanya terlihat sesekali lalu lalang di jalan Kampung. Biasalah mungkin merasa menjaga imagenya seorang anak orang kaya serta berpendidikan. Sangat jauh berbeda dengan kami yang biasa-biasa saja.
Suatu saat selesai salat Subuh. Aku mengucapkan salam pamit dan keluar duluan karena kebelet mau ke toilet. Tak sempat lagi untuk ngobrol dengan Pak haji Mamad.
"Hei, anak muda!" panggil beliau di belakangku dengan suara menghentak.
Deg!
Jantungku berdesir merasa bahagia. Ada apakah? Apakah beliau simpati padaku yang masih muda, rajin plus saleh. Aku tersenyum, membalikkan badan. Pasti ingin menyampaikan hal yang selama ini aku damba, menawarkan ku untuk menjadi menantunya.
"Itu, sandal jepit saya yang baru, sandal kamu yang itu, udah lusuh," ucap Pak Haji Mamad menunjuk kakiku.
Malunya aku, jadi salah tingkah. Hehehe ....
~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar