Jumat, 24 Juni 2022

Rumah di Ujung Gang- Cerpen Horor- Setor H- 15

 

 

Dampak pandemi, usaha dagang milik  Arya sepi, tak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bangkrut. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan Arya beserta istrinya Marni kembali ke Desa. Di Desa, sementara waktu mereka menumpang di rumah orang tua Arya. Menjelang Arya mendapat pekerjaan.Keadaan desa sudah banyak berubah, karena hampir sepuluh tahun di perantauan. Nasib baik menghampiri, Arya memperoleh pekerjaan menjadi supir untuk antar jemput hasil panen milik juragan kaya Pak Soleh.

 

Hampir dua bulan mereka hidup di rumah orang tua, akhirnya mereka akan mengontrak di rumah yang berada di ujung gang. Rumah tersebut sudah lama kosong, tak diurus. Sang pemiliknya berada di kota, bernegosiasi dengan pihak keluarga pemilik yang berada di Desa tersebut. Arya mendapat harga murah.

 

Kondisi rumah tersebut lumayan luas dengan jumlah dua kamar, besar dan satunya lagi berukuran kecil. Halamannya ditumbuhi sebatang pohon mangga yang besar serta terlihat tua. Serta rumput liar yang mengelilingi rumah.

 

Marni dibantu ibu mertuanya bertugas membersihkan bagian dalam rumah, sedangkan Arya membabat rumput liar. Tidak memakan waktu lama karena barang mereka tidak banyak, dalam waktu singkat  pindahan pun selesai.

 

"Marni, jadi pindah ke rumah ujung gang itu ya? " tanya Bulek Ida. Bulek Ida masih kerabat dari pihak keluarga mertuanya.

 

"Jadi Bulek, kemarin kami sudah pindahannya," jawab Marni menghentikan aktivitas memilih-milih sayur.

 

"Eh, hati - hati lo Mar, katanya rumah itu angker, Bulek sih cuma dengar  desas-desus saja, sering orang liat ada bayangan hitam melintas di situ," ujar Bulek sambil bahunya dinaikkan bergidik.

 

"Ah, masa sih Bulek, nggak lah, Bulek. Nakutin aja nih.” Marni menjawab tersenyum pada Bulek Ida lalu menyerahkan uang kepada pemilik warung.

 

"Ini kembaliannya, rumah yang di ujung gang itu ya, Nak?” tanya pak tua pemilik warung.

 

"Iya, pak" jawab Marni singkat.

 

" Hati-hati aja, jangan lupa pada Allah SWT itu kuncinya, Nak" jelas si pemilik warung.

 

"Iya, Nduk, mudahan itu hanya gosip saja," tandas Bulek. Mungkin merasa tak enak hati dikira menakuti Marni.

 

Perjalanan menuju rumah, Marni berjalan dengan langkah gontai. Marni jadi kepikiran pembahasan di warung barusan. Masuk akal juga jika hal seperti itu tersebar karena dengan kondisi rumah yang lama kosong, di sampingnya masih kebun karet warga. Serta sisi lainnya lagi tanah kosong yang ditumbuhi semak belukar. Untuk mencapai rumah tetangga terdekat sekitar 100 meteran dari rumah tersebut.

 

Arya dan Marni pasangan pasutri yang belum dikarunia keturunan. Arya bekerja, terkadang pulangnya agak kemalaman. Marni yang kesepian di siang hari mencari kesibukan  bekerja membantu untuk menambah pundi tabungan mereka agar bisa untuk membeli tanah dan membangun rumah yang merupakan cita-cita mereka. Marni menjadi pembantu rumah tangga di rumah Pak RT dan pulang ke rumah hingga sore hari. Jadi hampir setiap hari rumah jika siang, kosong.

 

Langit senja menggelayut, Marni telat sampai ke rumah. Hari ini setrikaan menumpuk. Efek beberapa hari yang lalu hujan menguyur, sehingga kain keringnya bersamaan.

 

Malam pun menjelang, karena kelelahan Marni memutuskan tidur lebih awal. Arya belum juga pulang. Bunyi pintu depan terbuka terdengar samar oleh telinga Marni, membuatnya agak membuka matanya sedikit. Lalu ia melihat Arya masuk ke kamar. Arya memang membawa kunci serep rumah.

 

"Udah pulang Mas, makan malam di tudung ya. Aku ngantuk kali," ujar Marni lirih sambil matanya setengah terpejam.

 

"Hm," Arya hanya bergumam. Diiringi tatapan matanya yang dingin.

 

Sekilas Marni lihat suaminya ikut berbaring di sebelahnya untuk mengambil posisi tidur. Mungkin kelelahan melanda dan ingin juga langsung beristirahat pikir Marni.

 

Bunyi ponsel Marni berbunyi, panggilan masuk. Sambil meraba atas  meja kecil di samping ranjang Marni meraih dan langsung meletakkannya ditelingga. Tanpa melihat nama siapa yang muncul di layar ponselnya.

 


“Halo, ya. Siapa?” serak suara Marni menyapa.

 

“Ini, Mas. Mas pulang larut ini, Dek. Karena ban mobil terpuruk. Ini lagi diusahakan tuk keluar,” jelas Arya di ujung sambungan celulernya.

 

“Hah! I-ya, Mas.” Tersentak Marni mendudukkan tubuhnya.

 

Marni mengucek kedua matanya, menoleh memandang ke sisi tidurnya. Kosong. Keningnya berkerut, kembali mengingat. Tadi Ia merasa tidak bermimpi. Kehadiran Arya pulang dan berbaring di sebelahnya.

 

Seketika hawa udara berubah, lebih dingin menusuk tulang. Marni terkejut, karena heran dari mana embusan angin berasal. Bulu kuduknya meremang, keringatnya pun keluar. Ketakutan mulai menyergapnya. Lampu tiba-tiba padam, gelap gulita. Marni gemetaran berusaha menghidupkan  senter ponselnya. Terdengar jelas derit pintu, Marni mengarahkan cahaya ponselnya ke pintu. Gorden jendela melambai-lambai seperti ditiup angin yang besar.

 

Tap! Tap! Tap!

Terdengar suara langkah berat, semakin mendekat. Marni meraih selimutnya, menutupi seluruh tubuhnya. Matanya terpejam, berusaha merapalkan berbagai macam doa yang Ia hapal.

***

"Dek, bangun, Dek. salat Subuh." Arya mengoyang-goyang tubuh wanita yang selama lima tahun telah menjadi istrinya itu.

 

"Hm ... ya, Mas," jawab Marni.

 

Marni berlahan membuka matanya, serta mengumpulkan kesadarannya. Mengingat  kembali kejadian semalam yang menimpanya. Lalu ia tak ingat apa yang terjadi selanjutnya. Ia pun memijit-mijit pelipisnya.

 

"Kenapa? sakit kepala, Mas ke musala, ya" pamit Arya.

 

"Ikut Mas!" cepat Marni bangkit menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.

 

"Tumben, ayok la, cepat. Keburu azan ntar" desak Arya sambil setengah berteriak, karena Marni sudah hilang dibalik pintu toilet.

 

Diperjalanan menuju mushola.

 

"Mas, jam berapa sampai rumahnya malam tadi," tanya Marni.

 

"Sekitar jam satuan lewat la, kalau nggak salah. Kamu tidur kok gelap-gelapkan, itu listrik MCB nya ngebanting rupanya," jawab Arya.

 

Marni mengingat akan lampu yang padam malam tadi, itu artinya ia tak bermimpi, rupanya MCB yang membalik, hal aneh lainnya malam tadi benar menimpanya.

 

Marni pun menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Arya. Arya menanggapi dengan senyuman.

 

"Jangan-jangan kamu mimpi kali tu, trus ini mau ikut ke musala karena takut ya, ditinggal sendirian di rumah," pungkas Arya.

 

Sepulang dari salat subuh. Mereka berjalan kaki bersama dengan pak imam masjid yang telah sepuh yaitu Pak Tua pemilik warung di Desa tersebut. Sambil ngobrol ringan dan berbasa - basi.

 

"Bagaimana, di rumah  itu, Nak. Adakah kalian mengalami gangguan?” tanya Pak Tua tersebut kepada mereka.

 

Marni dan Arya saling bertatapan. Terlebih Marni mengeryitkan alisnya.

 

Marni dengan cepat, segera menceritakan hal yang ia alami yang serasa bermimpi atau nyata.

 

"Nak Marni, semalam pasti ketiduran dan belum melaksanakan salat Isya kan?" tandas Pak Tua.

 

"Iya Pak, karena saya kelelahan bekerja seharian,"  lirih ucap Marni sambil tertunduk.

 

"Ketahuilah nak, di pohon mangga besar di depan rumah tersebut bersemayam jin, jin muslim yang sudah sangat tua. Ia sangat betah berdiam di situ, pernah bapak tanya kenapa? ia bilang nyaman di situ, ia pun berjanji tidak akan menggangu orang lain jika orang tersebut menjalankan perintah agama" terang Pak Tua.

 

Marni yang mendengar yang diutarakan Pak Tua, terkejut serta cepat menutup mulutnya. Sementara Arya hanya diam dengan ekspresi wajah yang sama dengan Marni, terkejut.

 

"Ia jin muslim yang baik, pernah dulu ada penyewa yang sangat jauh dari ajaran agama. Ia ganggu dengan suara-suara aneh. Penampakan bayangan hitam besar, itu cukup membuat penyewa angkat kaki dari rumah di ujung gang tersebut. Ya itu, lalu beredarlah berita dari mulut ke mulut bahwa rumah itu angker," terang Pak Tua lagi.

 

Marni masih dengan wajah yang serius mendengarkan, sedangkan Arya berucap istighfar pelan.

 

"Jadi kami harus bagaimana Pak Ustad? apa kami harus pindah dari situ?" tanya Marni.

 

"Sebenarnya kita hidup berdampingan nak, makhluk gaib juga ciptaan Allah. Tidak di situ, di tempat lain pun dia ada. Baik jin kafir maupun jin muslim. Kita percaya akan hal itukan. Yang terpenting kita tidak saling mengganggu dan taat pada menjalankan perintah agama serta bertawakal pada Allah SWT yang menguasai alam serta makhluknya. Tetap saja kalian di rumah itu, tidak apa-apa," jelas Pak tua panjang lebar.

 

Atas penjelasan dan pengertian yang disampaikan Pak Tua tersebut, akhirnya Arya dan Marni tetap menjalani kehidupan mereka di kontrakan rumah di ujung gang tersebut.

 

~

3 komentar:

Wanita dan Skincare

  Skincare diambil dari Bahasa Inggris yang artinya skin artinya kulit sedangkan care artinya peduli jadilah skincare   adalah berbagai   ...