Memilih diam atau mengunci bibir untuk tidak mengatakan. Butuh kekuatan dan kesadaran penuh, mengapa dan harusnya hal itu dilakukan.
Kita mengenal istilah kata penyebutan "Ember" itu merupakan istilah kepada orang yang selalu menceritakan segala hal yang ia ketahui atau yang ia rasakan. Parahnya lagi embernya bocor, hehehe. Kalian tahu, ember sepertinya tidak begitu tepat lagi, tahu yang lebih pas. Baskom!
Banyak mulut yang berbicara tanpa dasar, yang penting nyerocos tanpa henti. Capek deh! Eh, bukan hanya itu. Jari, ya, jemari yang menulis di status maupun komentar di berbagai media sosial juga.
Menjaga rahasia itu sulit, makanya ketika mengeluh memang tidak baik kepada makhluk yang disebut manuasia, lah, sama dinding saja membuat ngenes. Dinding bisa berbicara.
Rahasia sejatinya hanya kita yang tahu dengan sang pemilik kehidupan, itu baru nama rahasia. Namun, jika masih saja ada manusia yang tahu, atau meninggalkan jejak digital, maka itu bukan rahasia. Diriku pernah menulis begini "Ajarkan aku rahasia merahasiakan rahasia" itu gagal tentunya. Lucu, kan?
Kita tidak bisa menahan atau menghentikan banyak omongan orang lain. Kedua tangan kita tak mampu, mungkin kedua tangan itu sebaiknya kita gunakan untuk menutup telinga kita. Agar apa yang kita dengar bukanlah hal yang toksin.
Manusia memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menilai orang lain, apalagi hal kecil terutama yang berlogo "kesalahan". Aib orang lain merupakan menu santapan yang asyik untuk dijadikan topik pembicaraan. A sampai Z khatam malah. yang diomongin aja sampai kagum dengan kemampuan sang peng-ghibah ini. Mereka sedang menikmati hidangan bangkai dari saudaranya sendiri. Hei, selain itu, sedang mentransfer pahala ya, gimana jika pahalanya nggak ada saldo, gini deh, dibalik, akan menerima dosa dari yang diomongin. Menyedihkan bukan? pahala nggak ada malah dapat kiriman dosa.
Refleksi atau intropeksi diri, bercermin besar. Kita terlihat baik saat ini, mungkin Allah masih berbaik menutupi aib kita. Setiap kita memiliki dosa dan kekurangan. Dosa itu tercatat di buku hitam yang akan kita pikul nantinya. Sedangkan amalam kita belum pasti diterima.
Intinya, dari tulisan ini, lebih baik bungkam daripada membeberkan rahasia kita, yang justru menambah masalah baru. Sadari media sosial bukan tempat yang layak untuk mencurahkan rasa hati. Banyak akan muncul interpretasi dan dugaan serta prasangka. Jadilah pribadi yang tak perlu banyak mengurusi hidup orang lain. mengomentari dan memberikan hujatan, cukuplah untuk kita meperbaiki diri, fokus ke situ saja.
Tulisan ini bukan sok bijak, hanya terjengkit ingin menuliskan saja. Penulis juga wanita lemah yang terkadang ikut-ikutan oleng. Anggap ini sebagai pengingat kita bersama. Ok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar