Kamis, 05 Mei 2022

Fiksi Koruptor

🚗 

Aku baru saja selesai membuatkan teh untuk Bapak. Segera aku antar ke teras, dia memang setiap sore sangat suka duduk di depan rumah. Saat aku menghampiri, bapak duduk bukan menghadap jalan, tetapi kursinya bergeser menghadap ke garasi.

 

Wajah yang banyak kerutan itu terlihat termangu menatap kosong pada mobil Innova putih yang terparkir.

 

“Pak, tehnya,” sapaku membuat beliau tersadar dari lamunan. Aku letakkan pada meja kecil di sisinya.

 

Lelaki yang berusia hampir enam puluh dua itu tersenyum hambar.  Dia menghela napas berat, seperti ada beban berat yang sedang dirasakan.

 

“Nay, kita jual saja mobil ini ya,” lirih Bapak berucap.

 

“Kenapa, Pak?” tanyaku dengan kening berkerut. Bapakku merupakan pensiunan ASN di suatu lembaga pemerintahan yang bisa dikatakan sukses. Rumah besar dan memiliki mobil pribadi, semenjak Ibu tiada dan dari hasil rembukan kami lima bersaudara maka akulah sebagai anak bungsu pindah menemani Bapak.

 

“Semenjak, Makmu tiada, bapak pensiun dan vonis dokter semalam rasanya hidup Bapak tiada arti lagi dan tidak akan lama lagi.” Bapak berucap memandang sayu padaku. Memang semalam kami mendapat berita buruk dari hasil pemeriksaan kesehatan Bapak yang mengejutkan.

 

“Bapak jual mobil, untuk biaya berobat? Bapak jangan pikirkan itu, kami semua bisa patungan, Pak,” ucapku memberikan solusi atas keresahannya akan biaya berobatnya nanti. Aku berani berucap demikian karena kakak serta abangku semuanya telah hidup senang di kota lain. Jika aku minta untuk kebutuhan Bapak mereka semua dengan sigap menstranfer. Lagi pula jika mobil tersebut dijual bagaimana suamiku nanti akan pergi bekerja. Selama kami tinggal di sini, maka mobil tersebut diambil alih suamiku, untuk ke kantor dan kendaraan untuk kami jalan-jalan tentunya.

 

“Bukan untuk berobat …” Suara Bapak bergetar. Ia menundukkan kepala sebentar. Sejurus kemudian matanya beralih dari memandangi lantai lalu menghadapku. Beliau terlihat seperti orang yang putus asa. Kedua matanya yang keruh dan berselaput itu berkaca-kaca.

 

“Kalau bukan untuk itu, jadi untuk apa?” tanyaku dengan menatap lekat mata Bapak.

 

“Ba-pak, mau ju-jur, mobil ini Bapak beli dari hasil korupsi, Nak. Jika dijual maka uangnya bagikan saja ke masjid, Bapak menyesal,” Kini kedua bahu bapakku terguncang karena tersedu. “Mobil ini tidak halal,” sambungnya lagi dalam sela tangis lelaki tua di depanku ini.

 

Aku terdiam, sudah kuduga sedari dulu. Aku tahu saat aku SMA dan kuliah. Bagaimana mungkin gaji dan pendapatan Bapak mampu membuat kami berlima kuliah di universitas terkemuka. Cuma sebagai anak, aku takut menegur atau menanyakan hal tersebut. Untung saja atau mungkin Bapak termasuk koruptor yang beruntung tidak ketahuan dan berakhir di balik jeruji besi.

 

“Mengenai itu, nanti Nay sampaikan dengan Mas Danu, ya, Pak. Sudah, Bapak jangan sedih lagi. Itu tandanya Bapak sudah menyesal dan menyadari kesalahan Bapak, mohon ampun kita sama Tuhan juga, Pak.” Aku mengelus-elus bahu Bapak.

 

***

"Jadi, Mas ke kantornya balik lagi pakai sepeda motor, dek?" tanya mas Danu terlihat mukanya masam. Setelah aku menceritakan rencana Bapak padanya.


"Ya, mau gimana lagi, Mas? Tadi semua udah kutelpon, kata mereka setuju saja," ucapku sembari mengambil posisi rebahan di sampingnya.


Wajah lelaki  yang telah hampir tiga tahun membersamaiku itu masih terlihat cemberut.


"Kalau Mas, nggak setuju kita akalin aja, gimana?" ucapku penuh semangat. Aku harap ekspresi suamiku itu berubah.


"Serius, gimana? Gimana rencana kamu?" Mas Danu antusias dengan mendekatkan tubuhnya padaku.


Aku membisikkan sesuatu pada telinganya. Ia pun tersenyum mengembang dan mengangguk-angguk.

~

NEXTkah?

5 komentar:

  1. Bisikan apa tuh? 😁

    BalasHapus
  2. waw, makasih ya man- teman pada baca ya, aku jadi malu, berusaha untuk ngelanjutin ceritanya nih jadinya

    BalasHapus

Wanita dan Skincare

  Skincare diambil dari Bahasa Inggris yang artinya skin artinya kulit sedangkan care artinya peduli jadilah skincare   adalah berbagai   ...