💆Meleset
Hari Minggu, hari yang menyenangkan. Selain libur kerja,
Sinta bisa pergi ke pasar. Di daerahnya hanya ada pasar tradisional. Jika hari
Minggu pasar ramai, karena banyak pedagang pendatang yang buka lapak, hingga di
tepi-tepi jalan aspal menuju masuk
pasar. Hal itu membuat Sinta sangat
riang, apalagi jika ada yang jualan
obral. Jika beruntung dapat pula selisih harga yang lumayan dibanding hari
biasa.
Sinta sambil bernyanyi, "Pada hari Minggu kuturut Ayah
ke kota, eh, salah maksudnya pada hari Minggu aku pergi ke pasar" bersiap
dengan baju gamis senada dengan jilbab
yang dikenakan. Perlahan dengan pasti sepeda
motor Sinta menuju arah pasar, hingga parkiran. Hatinya sangat ceria
karena suasana didukung isi dompetnya yang baru gajian.
Sengaja atau tidak, bisa jadi panggilan pasar yang alami. Lokasi pasar
pertama yang tertuju dilewati oleh kaki Sinta adalah deretan toko yang menjual
pakaian,rencana dia, nanti jika
sudah selesai melihat-lihat barulah rencananya ke bagian belanjaan dapur
pikirnya.
Di depan toko banyak pakaian terpajang, ada yang di gantung
serta dikenakan pada manekin. Dengan berbagai model dan warna-warni seperti
pelangi yang indah. Cantik-cantik berkilaun, kemilau. Mata Sinta membesar dan
beberapa kali meneguk saliva saking
ngilernya. Senyum semringah menghiasi wajahnya.
Seakan-akan telinga Sinta mendengar, "Beli aku."
Manekin itu berbicara.
"Cobain baju ini, pasti cocok untukmu," pungkas
manekin pada toko yang di sebelahnya.
Mata Sinta mengerjap.
Apakah ini nyata atau khayalan batinnya berkata.
"Mana cocok sama aku, aku pendek, sedangkan manekin
badanmu proporsional, tinggi langsing," Sinta berbicara dalam hati.
"Cocok kok, kan bisa dipermak. Potong, dan
dipaskan." Manekin yang berstelan hijab dan gamis menyahut.
Loh, Sinta terbengong. Mengaruk kepalanya yang tak gatal.
Kok bisa ya, manekin menyahut perkataan dalam hati, Sinta keheranan .
"Ayo beli, beli aku!" teriakan manekin itu
bersamaan. Terus berulang-ulang.
Melihat Sinta celingukan di teras toko. Si pemilik toko
menghampiri dan mengeluarkan segala jurus rayuan maut serta janji manis pujian.
Membuat Sinta makin klepek-klepek seperti ayam mau disembelih.
Membuat Sinta kebingungan, linglung. Apa yang harus dilakukan. Apakah membeli pakaian atau tidak. Sementara manekin itu terus
menggoda dengan senyuman lebar dan manis menawarkan, plus pedagang yang ramah
sedunia. Membuat Sinta lemah lutut dan
puncaknya hatinya meleleh.
Memakan waktu hampir satu jam, bernegosiasi tawar menawar
dengan penjual serta mencoba sana-sini berbagai model serta warna, akhirnya tas
keranjang belanjaan Sinta sudah penuh dengan isi borongan pakaian luar hingga
pakaian dalam. Meleset! Istilah yang
digunakan oleh daerahnya jika berbelanja di luar batas anggaran,
atau yang direncanakan apa, eh, yang dibeli malah yang lain.
Setelah melihat jam di tangan barulah Sinta tersadar
ternyata hari makin beranjak siang, nanti akan terlambat memasak. Catatan
belanja tertulis begitu banyak bahan
dapur yang akan dibeli, dengan tergesa-gesa menuju ke lokasi pasar di belakang.
Sesampai Sinta di rumah,
dengan senang hati membongkar belanjaan. Baru disadari uang di dompet hanya
tinggal hitungan beberapa lembar untuk modal hidup hingga habis tanggal bulan
ini. Isi dompetnya telah terbang
dibelikan berbagai barang. Tanpa bekas dan pesan, kegembiraan Sinta seakan menguap berganti kesedihan. Sementara
gajian akan cair sekitar dua puluhan hari ke depan. Penyesalan mendera Sinta,
kenapa begitu terpesona tadinya dengan jeratan manekin serta penjual baju tadi.
Sementara separuh bulan belum terlewati. Pakaian yang telah terbeli pun rasaya tak
secantik semula ketika pertama dilihatnya tadi.
Hati Sinta kesal, akan bagaimana persiapan hari mendatang untuk makan.
Karena uang gajian habis dalam waktu singkat.
Sambil memasak, Sinta mengerutu. Mengutuk diri nya yang
khilap belanja. Seandainya saja tadi hanya berlalu numpang lewat saja, dan
langsung ke bagian belakang pasar. Sinta hanya bisa tepuk jidat ataukah gigit
jari. Entahlah, hiks.