💻
Efektivitas
Pembelajaran Daring Kala Pandemi
Pandemi
melanda dan mempengaruhi segala aspek kehidupan. Cara memutuskan rantai
penularan Covid-19 gerak kita menjadi terbatas. Hal ini mengakibatkan berubahnya
sistem bidang pendidikan. Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan pembelajaran
yang semula secara konvensional atau langsung beralih menjadi daring atau dalam
jaringan. Lebih jelasnya yaitu pembelajaran tanpa tatap muka antara guru dan
siswa. Di sinilah jaringan internet menjadi diandalkan. Semuanya terkena
imbasnya baik pada tingkat dasar, menegah hingga atas. Hal ini tentunya
memberikan dampak serta perubahan-perubahan yang terjadi.
Sebenarnya
ini tidak dapat dipungkiri, kita memang telah berada pada zaman era digital.
Segala aktivitas yang berkaitan dengan berbagai fitur bukanlah hal baru. Bahkan
mungkin penduduk Indonesia hampir setengahnya telah paham dan mengerti bermain
gawai. Meski ada juga di beberapa pelosok terpencil masih steril dari jangkauan
komunikasi maupun jaringan yang tidak stabil.
Bukan
tanpa alasan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan. Keadaan yang mendadak dan
tidak diikuti dengan persiapan yang optimal. Mengingat hal itu merupakan solusi
yang tepat yang dipilih untuk mengatasi masalah pendidikan akibat pandemi maka
harus dilaksanakan. Tujuannya tentu kita ketahui bersama agar proses
pembelajaran dan pelaksanaan kurikulum dapat terlaksana.
Pelaksanaan
berjalan dengan diiringi berbagai deretan masalah lain yang muncul. Baik dari
pelajar, gurunya maupun dari faktor pendukungnya. Seperti paket internet,
sinyal atau jaringan yang bermasalah hingga ke perekonomian warga. Ada beberapa
orang tua murid yang tak mampu untuk memiliki ponsel. Bahkan ada satu ponsel
orang tuanya digunakan untuk tiga pelajar yang berbeda tingkatannya. Sebagian
rela membeli smartphone dengan cara
kredit. Bagi yang tak memiliki ponsel
untuk pembelajaran terkadang guru mengunjungi ke rumah siswa atau siswa itu
datang ke sekolah menjemput tugas. Selain itu bisa juga menumpang pada tetangga
sekitar yang memiliki ponsel. Sekedar melihat intruksi tugas maupun video
pembelajaran yang diberikan. Masalah semakin kompleks ketika jaringan internet
tidak stabil, tugas terlalu banyak, sulit fokus, pulsa kuota yang terbatas,
aplikasi yang rumit .
Jamak
kita jumpai justru para orang tua murid memilih untuk mengutamakan mengais
rezeki dibanding mengurus atau memberi perhatian anaknya belajar. Belum lagi
kemampuan orang tua murid yang tidak bisa membantu untuk mengajari anak mereka
di rumah. Lebih menyedihkan serta sangat disesali banyak terjadi kasus anak
yang putus sekolah. Ada juga akhirnya mengambil jalan pintas melakukan
pernikahan dini. Pernah juga saya baca berita seorang pelajar yang tertekan
sampai bunuh diri karena tidak tahan dengan tugas yang menumpuk. Ada lagi yang
terkesan lucu, adanya jargon yang beredar menyatakan “Daring membuat Darting.”
(Baca : Darting : darah tinggi) Pengalaman menunjukan tingkat emosi orang tua
naik drastis. Beban mereka bertambah di tengah himpitan ekonomi yang semakin
morat-marit.
Selain
itu guru juga masih banyak yang belum melek teknologi. Dari kalangan senior
tidak begitu mengerti tentang pembelajaran yang berbasis meeting online maupun media aplikasi pembelajaran. Bukan
hanya mengajar saja bahkan guru harus bisa menjadi konten kreator yang
kompetitif. Membuat pembelajaran tidak membosankan serta harus menyenangkan.
Pemerintah
tentunya berupaya untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi serta
melakukan berbagai evaluasi. Pemberian bantuan paket internet gratis dari kementerian
yang diberikan secara bertahap kepada siswa maupun tenaga pendidik. Selanjutnya
diadakan pelatihan-pelatihan secara on line bagi guru. Contohnya saya kemarin
mengikuti Google For Education
menggunakan akun domain nasional@belajar.id
yang sangat membantu serta memudahkan tenaga pendidik untuk mengajar, mendesain
media pembelajaran, model dan strategi pembelajaran serta mengelolanya. Baik pada proses
pembelajaran maupun administasi teknis.
Kemampuan
guru terus dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas diri melalui kreatifitas.
Dapat dikatakan seperti meramu, berinovasi merancang, metode serta memilih
aplikasi yang sesuai dengan materi dan metode. Tidak lupa kita harus terus
memberi motivasi agar para orang tua serta siswa tidak terbebani secara psikis
dan materi.
Menurut
saya langkah besar itu tentunya harus ada sinergi antara berbagai pihak.
Pemerintah, ujung tombak pendidikan yaitu sekolah-sekolah serta para orang tua
murid. Agar segala efektivitas pembelajaran daring kala pandemi berhasil.
Kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik, yah, kita mengalami hilangnya
pengetahuan dan keterampilan secara umum dan spesifik atau biasa disebut learning loss.
Jelas
terlihat, berdasarkan pengalaman saya selaku orang tua murid sekaligus guru
pada jenjang Sekolah Dasar. Siswa-siswi yang notabene masih pada tahap bermain.
Sangat tidak antusias pada tugas yang diberikan oleh guru mereka. Nah, jadilah
kebanyakan tugas itu diselesaikan oleh orang. Hasilnya sungguh tidak maksimal,
begitu sulit untuk melakukan penilaian yang objektif. Belum lagi, materi ajar
menjadi lambat berjalan. Mengingat membagi tugas juga tidak berani banyak. Agar
tidak begitu membebani.
Pelaksanaan
pembelajaran daring kita belum menunjukkan tingkat keberhasilan yang
signifikan. Sosialisasi untuk kemampuan pengoperasian perangkat harus lebih
digalakkan. Peran orang tua sebagai pengawas utama di rumah juga harus selalu
ada. Kita tidak bisa lepas kontrol anak kita begitu saja. Dapat kita lihat
bagaimana anak kita justru lebih tertarik dengan bermain games online atau
bermain sosial media. Mereka berselancar internet seperti Facebook, Instagram,
Whatsapp, Telegram Youtube, Tik Tok dan sebagainya. Hal ini saya ungkapkan karena siswa SD saya
sudah banyak memiliki akun media sosial serta aplikasi yang menyediakan
konten-konten yang justru tidak berguna. Tentunya ini sangat miris dan
mengkhawatirkan. Sudah seharusnya kita membatasi mereka untuk memegang gawai
jika bukan untuk media pembelajaran. Sesuatu yang sulit memang, terkadang kita
memang harus tega dan tegas menghadapi anak kita. Demi sebuah kebaikan untuk
semua.
Pengaruhnya
mereka menjadi terlena, menjadi pelajar yang malas dan tidak peduli dengan
pendidikan lagi. Semoga kita mendapat titik terang pencerahan. Selalu optimis
serta berdoa untuk kemajuan dunia pendidikan kita. Akhir kata, dapat saya katakana
kita belum berhasil dan efektivitas belajar belum tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar